Selasa, 07 Juli 2009

askep Nefrotik sindrom

BAB 1 PENDAHULUAN
Nefrotic syndrome merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi nefrotic syndrome bawaan, sekunder, idiopatik dan sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun. Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada pasien nefrotic syndrome sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.



BAB 2
TINJAUAN TEORI 1.1 Konsep Nefrotik Syndrome (NS) 1. Pengertian. NS adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832). 2. Etiologi Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi : a. Nefrotic syndrome bawaan. Gejala khas adalah edema pada masa neonatus. b. Nefrotic syndrome sekunder Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan GNK, bahan kimia dan amiloidosis. c. Nefrotic syndrome idiopatik d. Sklerosis glomerulus. 3. Patofisiologi. Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial. Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.



Etiologi : autoimun pembagian

Glomerulus

Permiabilitas glomerulus  Sistem imun menurun Porteinuria masif

Resiko tinggi infeksi Hipoproteinemia Hipoalbumin Hipovolemia Tekanan onkotik plasma  Aliran darah ke ginjal  Hiperlipidemia Sekresi ADH  Volume plasma  Sintesa protein hepas 

Malnutrisi
Pelepasan renin Vasokonstriksi Reabsorbsi air dan natrium Edema Retensi natrium renal 

Gangguan nutrisi

-

Gangguan volume cairan lebih dari kebutuhan

Efusi pleura Sesak

Penatalaksanaan Hospitalisasi Tirah baring

Diet Ketidapatuhan

Kecemasan anak dan orang tua

Kurang pengetahuan : kondisi, prognosa dan program perawatan

Intoleransi aktivitas

Resti gangguan pemeliharaan kesehatan



4. Gejala klinis. Edema, sembab pada kelopak mata Rentan terhadap infeksi sekunder Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan Kadang-kadang sesak karena ascites Produksi urine berkurang BJ urine meninggi Hipoalbuminemia Kadar urine normal Anemia defisiensi besi LED meninggi Kalsium dalam darah sering merendah Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia. Istirahat sampai edema sedikit Protein tinggi 3 – 4 gram/kg BB/hari Diuretikum Kortikosteroid Antibiotika Punksi ascites Digitalis bila ada gagal jantung.

5. Pemeriksaan Laboratorium

6. Penatalaksanaan

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome 1. Pengkajian a. Identitas. Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi nefrotic syndrome. b. Riwayat Kesehatan. 1) Keluhan utama. Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun 2) Riwayat penyakit dahulu. Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.


2 3) Riwayat penyakit sekarang. Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun. c. Riwayat kesehatan keluarga. Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran. d. Riwayat kehamilan dan persalinan Tidak ada hubungan. e. Riwayat kesehatan lingkungan. Endemik malaria sering terjadi kasus NS. f. Imunisasi. Tidak ada hubungan. g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8 Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah. Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu. Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana. Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman. h. Riwayat nutrisi. Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).


3 i. Pengkajian persistem. a) Sistem pernapasan. Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen b) Sistem kardiovaskuler. Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai. c) Sistem persarafan. Dalam batas normal. d) Sistem perkemihan. Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri. e) Sistem pencernaan. Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii. f) Sistem muskuloskeletal. Dalam batas normal. g) Sistem integumen. Edema periorbital, ascites. h) Sistem endokrin Dalam batas normal i) Sistem reproduksi Dalam batas normal. j. Persepsi orang tua Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.



2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan. a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus. Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal. Intervensi 1. Catat intake dan output secara akurat Rasional Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan 2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran Tekanan darah dan BJ urine dapat abdomen, BJ urine yang sama 4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet Mencegah edema bertambah berat rendah garam. 5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja mencegah bertamabah hemdinamik ginjal. b) Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan. Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada. Intervensi Rasional 1. Catat intake dan output makanan secara Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh akurat 2. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, Gangguan nuirisi dapat terjadi secara diare. perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal 3. Pastikan anak mendapat makanan dengan Mencegah status nutrisi menjadi lebih diet yang cukup buruk hepar dan rusaknya menjadi indikator regimen terapi 3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala Estimasi penurunan edema tubuh


2 c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun. Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan. Intervensi Rasional 1. Lindungi anak dari orang-orang yang Meminimalkan masuknya organisme terkena infeksi melalui pembatasan Mencegah terjadinya infeksi nosokomial Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis. d) Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi). Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takur. Intervensi 1. Validasi perasaan takut atau cemas Rasional Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya. 2. Pertahankan kontak dengan klien 3. Upayakan ada keluarga yang menunggu Memantapkan hubungan, meningkatan ekspresi perasaan Dukungan yang terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi. 4. Anjurkan orang tua untuk membawakan Meminimalkan mainan atau foto keluarga. dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga. pengunjung. 2. Tempatkan anak di ruangan non infeksi 3. Cuci tangan sebelum dan tindakan. 4. Lakukan tindakan invasif secara aseptik sesudah Mencegah terjadinya infeksi nosokomial


BAB 3 TINJAUAN KASUS
Pengkajian diambil pada tanggal 16 April 2002 di Ruangan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan diagnosa medik Nefrotic Syndrome. Anak masuk rumah sakit tanggal 16 April 2002 dengan nomor register 10153559. 1. Identitas. Nama : An. Lia Umur : 5 tahun (23 Juli 1997). Jenis kelamin : perempuan Agama : Islam Nama ayah : Tn. Yakiyah (34 tahun). Pendidikan : SMP tidak lulus Pekerjaan : petani Nama ibu : Ny. Tumini (33 tahun). Pendidikan : SD tidak lulus Pekerjaan : petani Alamat : Desa Karangpilang, Kec. Modo, Lamongan Agama : Islam Suku : Jawa 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama. Mengeluh muka dan badan bengkak, perut tambah besar, kencing jarang dan sedikit. b. Riwayat penyakit dahulu. Agustus 2001, klien mengalami bengkak pada muka, kaki dan perut tambah besar. Oleh keluarga diperiksakan ke dokter di Lamongan dan dapat pil hijau 3 X ½ selama satu minggu. Setelah bengkak turun, pasien tidak kontrol lagi. c. Riwayat penyakit sekarang. Tanggal 16 April 2002 pagi, pasien tidak mau makan karena sakit perut, tegang, muka tangan dan kaki mulai bengkak. Sesak, klien dibawa ke dokter dan kemudian dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya. d. Riwayat kehamilan dan persalinan. Antenatal : saat hamil ibu pernah sakit jantung/paru-paru. Dan minum obat dari dokter di rumah sakit, Kontrol kehamilan di bidan satu bulan sekali secara teratur. Natal : klien lahir dibantu dukun (bidan tidak ada). Berat 3 kg, usia kehamilan 9 bulan, lahir spontan, langsung menangis.


2 Neonatal : warna kulit merah, pucat, kejang dan lumpuh tidak ada, menangis kuat. e. Imunisasi BCG 1 kali, DPT 3 kali, polio 3 kali, campak 1 kali dan TT satu kali. f. Riwayat tumbuh kembang Berat badan 16 kg, panjang badan 102 cm, perkembangan fisik dan mental meliputi dapat menghitung jari 1 – 10, menyebut warna merah, hijau, kuning dan biru, menurut ibu klien kalau sehat anak bermain dengan teman seusianya. g. Status nutrisi Status gii 16/18 X 100 % = 88,9 %. Sejak sakit tahun 2001, klien tidak makan ikan laut dan telur. Dari dokter dianjurkan juga tidak makan asinan dan makanan snack yang mengandung banyak penyedap rasa. Tetapi anak tidak mau karena kesukaan seperti mie remes, chiki dan snack lainnya. Klien akan mengamuk jika tidak diberikan. Dua hari sebelum MRS minum air putih bisa sampai 1 liter/hari, tidak mau minum susu dan makan, mual dan sakit perut. 3. Pengkajian per sistem. a. Sistem pernapasan. RR 40 X/menit (takipnea), ronki positif dan whezeeng negatif, terpasang oksigen nasal 2 L/menit. b. Sistem kardiovaskuler. Nadi 148 x/menit, reguler, Tekanan darah 90/60 mmHg, berbaring, tangan kanan, suara jantung S1S2 tunggal di midklafikula 5 sinestra. c. Sistem persarafan Kesadaran komposmentis, rewel, gelisah, reaksi pupil baik. d. Sistem Perkemihan Menurut ibunya sejak pagi klien jarang kencing walaupun minumnya tetap, kalau kencing klien ngompol, blass kosong. e. Sistem pencernaan. Abdomen tegang, kembung, bising usus normal suara lemah. Klien tidak mau makan karena sakit, nyeri abdomen, saat diraba dan diperkusi klien menangis dan menjerit. Vena abdomen menonjol, ascites, BAB positif, mencret sedikit-sedikit, berlendir, minum air putih + 300 cc. f. Sistem muskuloskeletal. Kekuatan otot 5 – 5 pada ekstremitas atas dan 3 – 3 ekstremitas bawah.


3 g. Sistem integumen. Edem ekstremitas atas dan bawah, akral hangat, suhu/aksila 39 2 0C, muka sembab, nampak pucat. h. Sistem reproduksi Dalam batas normal. i. Sistem endokrin Tidak ada riwayat alergi. 4. Respon keluarga. Kelaurga atau ibu cemas akan keadaan anaknya karena biaya sudah banyak yang dikeluarkan tetapi klien tidak sembuh. Terlebih saat ini biaya menipis dan keluarga sudah mengurus JPS. Keluarga berharap klien cepat sembuh agar cepat pulang. 5. Pemeriksaan penunjang. Tanggal 16-4-2002 Laboratorium : WBC 8,2 K/uL ; Hb 13,1 g/dl ; Hct 38 % ; albumin 0,87 gr % (3,65 gr %), BUN 16 mg % (5-10 mg %) dan creatinin serum 0,51 mg % (0,751,25 mg %), kalium 3,0 meq/L, natrium 128 meq/L, kalsium 6,29 meq/L, kolesterol 373 mg/dl. Urine lengkap : pH 5,0 ; leukosit negatif ; nitrogen negatif, protein 75 mg/dl (positif) ; eritrosit 25/uL (positif) Radiologi : foto thoraks : cor besar dan bentuk normal, pulmo tidak tampak infiltrat, kedua sinus phrenicol costalis tajam, dengan kesimpulan tidak tampak tanda lung edema. 6. Pengobatan/therapi. Lasiks 3 X 18 mg Diit TKTPRL Transfusi plasma 200 cc, prelasiks 1 ampul

Analisa data Data
Subyektif : menurut ibu klien ;pernah

Etiologi
Kelainan-kelainan glomerulus

Masalah
Kelebihan volume cairan tubuh


4
mengalami sakit yang Albuminuria sama bulan Agustus 2001 sejak 16 April 2002 pagi muka, tangan dan kaki mulai bengkak. Obyekif : edema ekstremitas atas dan sembab, ascites,venaabdomen menonjol, albumin 0,87 g/dl, protein urine 75 mg/dl (positif) dan roncii pada paru kiri dan kanan. Retensi natrium renal meningkat Volume plasma meningkat bawah, muka Tekanan onkotik koloid plasma menurun Hipoalbuminemia

Edema Kelebihan volume cairan Hipoalbuminemia ibu 2 haris dan Sisntesa pritein hepar meningkat

Subyektif : menurut makan, Obyektif : status gizi 88,9% (gizi kurang), edema, ascites, albumin 0,87 g/dl, klien hanya mau makan SMRS klien tidak mau mual mengeluh perut sakit

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Hiperlipidemia

Malnutrisi

satusendok makan. Subyektif : ibu mengatakan klien Kelainan glomerulus pernah menderita sakit yang sama pada bulan agustus 2001 Obyektif : Penyakti autoimun Resiko tinggi infeksi


5 nadi 148 X/menit, suhu 392 0C, WBC 8,2 X 109/L, akral hangat, dilakukan venflow, status gizi Infeksi meningkat Hipoalbuminemia Edema otot atas, 5-5 3-3 Tekanan, robekan, friksi, maserasi Resiko tinggi kerusakan integritas kulit kurang dan edema Subyektif : ibu mengatakan bengkak sejak pagi Obyektif : kekuatan ekstremitas Imunitas menurun

ekstremitas bawah dan klien tirah baring Subyektif : mengatakan perut Hipoalbuminemia bertambah besar, tidak mau makan karean perut sakit, tegang. Obyektif : kembung, normal ascites,vvena menonjol, Syubyektif : ibu mengatakan pasien rewel, Obyektif : menangis saat didekati perawat, jika dibaringkan klien berontak. Rewel, berontak tidak mau Tindakan invasif Pisah dengan orang tua dibaringkan tegang, lemah, abdomen ascites Hospitalisasi Kecemasan anak Akumulasi cairan dalam rongga abdomen meteorismus, bising usus Kerusakan integritas kulit Albuminuria Nyero (akut)

Perencanaan dan Rasional 1. Kelebihan volumecairan berhubungan dengan hipoalbuminemia.


6 Tujuan kelebihan volume cairan dapat teratsi setelah 3 hari perawatan dengan kriteria edema, ascites, ronki tidak ada, sembab hilang, peningkatan albumin dan tanda vital dalam batas normal Intervensi
1. Timbang berat badan haridengan alat yang sama

Rasional
setiap Mengawasi status cairan yang baik. Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg/hari diduga ada retensi cairan Perlu waktu menentukan fungsi ginjal. Kebutuhan

2. Catat pemasukan dan pengeluaran penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan carian 3. Monitor nadi dan tekanan darah 4. Observasi adanya perubahan edema cairan. Takikardi dan hipertermi dapat terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkana urine. Edem dapat bertambah terutama pada jaringan yang tergantung. Edema periorbita menunjukkan adanya perpindahan cairan. Dapat menunjukkan adanya perpindahan cairan, 5. Observasi tingkat kesadaran, bunyi akumulasi toksin, ketidak seimbangan elektrolit. paru dan jantung 6. Kolaboratif : diuretik Melebarkan lumen tubular, mengurangi hiperkalemia dan meningkatkan volume urine adekuat.

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen Tujuan nyeri (akut) teratasi setelah 3 hari perawatan dengan kriteria secara verbal dan non verbal nyeri berkurang atau hilang, skala 0 – 3, nadi dan tekanana darah dalam batas normal, ascites menurun atau hilang.
Intervensi 1. Observasi lingkar abdomen setiap hari 2. Observasi 3. Kaji bising usus 4. Observasi nadi dan tensi 5. Kolaboratif : diuretik nyeri Rasional Penambahan lingkar abdomen dapaat memberikan gambaran penambahan akumulasi cairan. (perubahan/ Perubahan dalam intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan adanya komplikasi Penurunan bising usus dapat memperberat keluhan nyeri dan indikasi adanya ileus Nyeri yang hebat dapat meningkatkan nadi dan tensi Meningkatkan pengeluaran urine yang adekuat. penambahan), kualitas, lama

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubugan dengan malnutrisi sekunder dari katabolisme protein


7 Nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan klien setelah mendapat perawatan 3 hari dengan kriteria edema berkurang atau hilang, albumin dalam batass normal, status gizi baik dna mual tidak ada, porsi makan dihabiskan.
Intervensi 1. Berikan diet rendah garam dan batasi pemberiana protein 1-2 gr/kg BB/hari 2. Kaji adanya anoreksia, muntah, diare 3. Catat intake dan output makanan secara adekuat. 4. Observasi lingkar perut, bising usus Memantau fungi peristaltik usus. Rasional Mencegah retensi natrium berlebihan dan rusaknya hepar dan hemodinamik ginjal Sebagai reaksi adanya edema intstinal. Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas yang menurun Tujuan setelah mendapat perawatan selama 1 minggu tidak terjadi infeksi dengan kriteria tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda vital dalam batas normal, tidak terjadi phlebitis.
Intervensi Rasional 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah Mengurangi resiko terjadi infeksi nosokomial perawatan 2. Lakukan tindakan invasif dengan teknik Mengurangi resiko terjadi infeksi nosokomial aseptik 3. Batasi pengunjung dan tempatkan klien Meminimalkan kemungkinan terjadi infeksi antar pada ruang non infeksi tidap 3 jam 5. Observasi tempat pemasangan venflon. pasien dan dari luar infeksi Venflon merupaka port de entri kuman patogen 4. Observasi tanda vital : nadi dan suhu Nadi dan suhu yang meningkat indikator adanya



5. Kecemasan anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi Tujuan setelah mendapat perawatan 3 hari kecemasan anak berkurang atau hilang dengan kriteria secara verbal mengatakana tidak takur, tidak menangis saat didekati, kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan mau diajak komunikasi.
Intervensi Rasional 1. Perkenalkan diri kepada klen dan Membina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga klien 3. Anjurkan agar orang terdekat klien menjaganya. yang akan dilakukan pada respon hospitalisasi Agar anak kooperatif pada setiap tindakan 4. Jelaskan kepada anak setiap tindakan keperawatan Merupakan pedoman dalam menentukan perlu 5. Observasi adanya perubahan perilaku tidaknya perbaikan intervensi. keluarga. Memberikan rasa nyaman kepada klien 2. Libatkan keluarga dalam perawatan Menciptakan hubungan kerjasama

6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema. Tujuan setelah dilakukan perawatan selama 1 minggu kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria edema berkurang atau hilang, kulit merah, tidak terjadi lecet dan dekubitus.
1. Pertahankan 2. Observasi lama 3. anjurkan kepada ibu untuk setiap kali Urine bersifat asama dapat mengiritasi kulit jika ngompol kain pengalas diganti 4. Observasi edema kontak dalam jangka waktu yang lama Deteksi kemungkinan bertambah paarahnya integritas kulit. Intervensi sprei dalam lokasi yang keadaan Kelembaban yang Rasional berlebihan menimbulkan

kering, bersih dan rapih. penekanan dalam jangka waktu yang

rusaknya integritas kulit mengalami Deteksi dini adanya kerusakan integritas kulit



Implementasi dan Evaluasi Tanggal 17 April 2002 1. Diagnosa keperawatan 1.
Jam 07.15 Implementasi Mengukur berat badan : 16 kg Mengobservasi edem : tungkai kanan dan kiri edema, ascites dan edema pada kelopak mata Produksi urine 24 jam 150 cc, kuning pekat 07.30 8.10 Memberikan injeksi lasiks 18 mg/iv Ngompol 25 cc Tanda vital : N 100X/mnt, T 110/60 mmHg, RR 36 X/mnt Ibu mengatakan kalau bengkaknya belum berkurang Minum 50 cc 08.30 11.15 11.45 14.00 Ngompol 50 cc Tanda vital : N 115 X/mnt, T 115/75 mmHg, RR 35 X/mnt Minum 25 cc Bunyi napas ronki Minum 50 cc Balans cairan + 25 cc Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan bengkak belum menurun O : edema periorbital, tungkai kanan dan kiri serta ascites, tanda vital N 115 X/mnt, T 115/75 mmHg, RR 35 X/mnt, ada balans cairan, ronki pada kedua paru. A : masalah belum teratasi P : intervensi no 1 – 6 masih diteruskan.

2. Diagnosa keperawatan 2.
Jam 11.50 Implementasi Mengobservasi bising usus : meningkat, asvites, linkgarp erut 57 cm Klien menangis terus kesakitan pada perut, P : saatmakan, dipegang, Q : nyeri sekali saat dipegang, R : seluruh daerah pereut, S : skala 8-9, T : terus menerus Tanda vital : N 100X/mnt, T 100/60 mmHg, RR 36 X/mnt 13.10 13.30 Kolaboratif : sementara puasa, pasang NGT untuk dekompresi, pasang lingkar abdomen Foto thoraks : kesimpulan ileus paralitik Hasil lab : kalium 3,7 (3,8 – 5,5). Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu menanyakan mengapa perut bertambah sakit O : bising usus 40 x/mnt, distensi, meteorismus, vena abdomen menonjol, tanda vital N 120 X/mnt, T 110/70 mmHg, RR 40 X/mnt, klien masih menangis terus A : masalah belum teratasi P : intervensi no 1 – 4 masih diteruskan, mrmasang NGT, lingkar perut dan pasien dipuasakan.

3. Diagnosa keperawatan 3.


2
Jam 08.30 11.00 Implementasi Klien muntah, mengatakan tidak mau makan, perut terasa sakit, ascites dan meteorismus. Hasil lab : kalium 3,7 (3,8-5,5) ; natirum 128 (136144), kalsium 6,66 (8,1-10,4) Memasang infus D5 ½ saline 1150 cc/24 jam 12.10 13.10 BAB mencret 3 kali, sedikit-sedikit arnaa kehijauan Klien dipuasakan, pasang NGT : keluar cairan warna hijau kecoklatan 25 cc, bising usus meningkat, lingkar perut 57 cm. Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan sakit perut dan tidak mau makan O : bising usus meningkat, puasa, infus D5 ½ S 1150 cc/24 jam, NGT ada keluar cairan hijau kecoklatan 25 cc. A : masalah belum teratasi P : intervensi no 2 –4 masih diteruskan.

4. Diagnosa keperawatan 4.
Jam 08.00 Implementasi Memperkenalkan diri kepada pasien ,emnanyakan kondisinya hari ini, klien masih menangis, ibu mengatakan semalam menangis terus, rewel dan tidak mau tidur. 08.30 Saat disuntik klien berontak, mengatakan tidak mau, menanyakan kepada ibu siapa lagi yang terdekat dengan klien (menurut ibu bude-nya). 12.00 Melibatkan ibu untuk memasang termometer : pasien tenang Menjelaskan kepada ibu agar selalu ada yang menunggu klien agar ia tidak bertambah takut Evaluasi Pukuil 14.00 S : pasein mengatakan tidak mau pada saat akandisuntik O : sering menangis, rewel dan berontak A : masalah kecemasan anank belum teratasi P : intervensi no 2, 4 dan 5 diteruskan.

Tanggal 18 April 2002 1. Diagnosa keperawatan 1.
Jam 08.25 Implementasi BAK 24 jam 250 cc Memberikan injeksi lasiks 18 mg/iv Tanda vital : N 120X/mnt, T 100/60 mmHg, RR 32 X/mnt. Mengobservasi : ronki pada kedua paru, oksigen nasal 2 L/menit, edem palpebra, kedua tungkai, ada ascitees, bising usus 37 x/menit, meteorismus, lingkar perut 55 cm dan vena abdomen menonjol. 11.15 11.45 Foto BOF ulang Mengukur tanda vital : N 110 X/mnt, T 115/75 mmHg, RR 35 X/mnt Pukuil 14.00 S : --O : BB 15,5 kg, edema palpebra, tungkai kanan dan kiri serta ascites, lingkar perut 55 cm, hasil BOF kesimpulan meteorismus A : masalah kelebiahn volume cairan belum teratasi P : intervensi no 1 – 6 masih diteruskan. Evaluasi


3
13.30 Jumlah urine 100 cc, input 250 cc, balans : : kelebihan 150 cc

2. Diagnosa keperawatan 2.
Jam 08.00 Implementasi Ibu mengatakan anak sudah tidak terlalu sakit pada pe perutnya, saat dipegang perutnya anak lebih tenang dari hari kemarin, skala 7-8 Lingkar perut 55 cm, masih ascites, meteorismus, bising usus 37 x/menit, cairan keluar dari NGT warna kehijauan (25 cc/24 jam), flastus ada. Evaluasi Pukuil 14.00 S : anak kadang masih mengeluh sakit jika perut agak ditekan O : skala 7 – 8, bising usus 37 x/mnt, meteorismus, tanda vital N 110 X/mnt, T 115/75 mmHg A : masalah belum teratasi P : intervensi diteruskan,

3. Diagnosa keperawatan 3.
Jam 10.15 Implementasi Infus D5 ½ saline 1500 cc/24 jam, dicoba minum sedikit-sedikit, NGT ditutup, tidak mual. Menjelaskan kepada ibu bahwa anak boleh dicoba minum sedikit-sedikit, bila muntah dihentikan Ibu mengatakan tadi pagi klienmencret dua kali warna hijau kecoklatan, ada flastus. 12.30 Mengobservasi bising usus 37 x/menit, lingkar perut 55 cm. Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan sudah memberi minum 5 sendok O : bising usus dan flastus ada, mencret dua kali, masih minum sedikit – sedikit, infus D5 ½ S 1500 cc/24 jam,. A : masalah nutrisi kurang belum teratasi P : intervensi diteruskan.

4. Diagnosa keperawatan 4.
Jam 09.4 5 Anak rewel, Implementasi minta jalan-jalan, Evaluasi menjelaskan Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan anak minta jalan-jalan dan kalau tidak dituruti akan mengamuk O : saat akan diperiksa anak menangis dan tidak mau, mulai bermain dengan bonekanya, saat didekati perawat anak tidak berontak A : masalah kecemasan anak mulai teratasi sebagian P : intervensi no 2, 4 dan 5 diteruskan. Tingkatkan kunjungan dan komunikasi pada klien

kepada ibu agar anak digendong sebentar, mungkin anak rewel karena bosan harus berbaring terus Saat didekati perawaat anak tidak lagi berontak. Keluarga berkunjung, ada yang membawakan

11.00 11.30

boneka : anak mulai bermaian dengan bonekanya. Saat akan dilakukan pengukuran suhu dan tekanan darah klien mengatakan tidak mau dan menangis

Tanggal 19 April 2002 1. Diagnosa keperawatan 1.
Jam Implementasi Evaluasi


4
08.30 BAK 24 jam 500 cc Tanda vital : N 110X/mnt, T 100/60 mmHg, RR 24 X/mnt. Mengobservasi : ronki tidak ada, edema pada palpebra, kedua tungkai, kedua lengan dan ada ascitees, lingkar perut 53 cm dan BB 15,5 kg. 09.00 10.15 12.15 Memberikan injeksi lasix 18 mg/iv Melaksanakan advis dokter infus aminofusin 200 cc/hari, D5 ½ saline 1200 cc/24jam. Mengukur tanda vital : N 105 X/mnt, T 110/70 mmHg, RR 25 X/mnt, ibu mengatakan anak mulai membaik dan ingn cepat pulang, menjelaskan kepada ibu bahwa perawatan klien dengan kasus seperti ini memerlukan kesabaran, sehingga perawatan dapat diberikan secara tuntas. 13.30 Balans cairan kelebihan 75 cc Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan anak mulai tampak membaik O : edema palpebra, lengan dan ascites, lingkar perut 53 cm, BB 15,5 kg, tidak ada ronki, tanda vital N 105 x/mnt, T 100/70 mmHG, RR 25 X/menit A : masalah kelebihan volume cairan teratasi sebagian P : intervensi diteruskan.

2. Diagnosa keperawatan 2.
Jam 09.00 Implementasi Ibu mengungkapkan keluhan sakit perut anaknya sudah berkurang Mengobservasi : Lingkar perut 53 cm, masih ascites, bising usus 35 x/menit, meteorismus, saat dipalpasi anak tidak menunjukan wajah kesakitan, skala 1 – 3. Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu mengungkapkan keluhan sakit perut pada anaknya sudah berkurang O : bising usus 35 x/mnt, meteorismus, dan masih ascites A : masalah teratasi P : intervensi dihentikan,

3. Diagnosa keperawatan 3.
Jam 08.45 09.10 Implementasi Iibu mengatakan pagi ini anak BAB mencret 1 kali dan tidak muntah, tidak mual. Mengobservasi bising usus 35 x/menit, lingkar perut 53 cm, masih ascites, infus aminofusin 200 cc/hari dan D5 ½ saline 1200 cc/hari 12.30 Tidak ada muntah Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan pagi ini BAB 1 x mencret, itdak muntah O : bising usus dan flastus ada, BB 15,5 kg, lingkar perut 53 cm, infus jalan lancar. A : masalah nutrisi kurang belum teratasi P : intervensi diteruskan.

4. Diagnosa keperawatan 4.
Jam 09.0 Anak tampak Implementasi tenang, jiak ditanaya Evaluasi dapat Pukuil 14.00


5
0 mengatakan yan dan tidak, saat akan diberikan injeksi dan dikatakan kalau suntikan lewat slang, klien tidak mengatakan takut dan tidak berontak. Klien bermain dengan boneka. S : --O : anak menjawab saat ditanaya, mulai kooperatif dengan tindakan keperawatan, tampak bermain dengan bonekanya A : masalah kecemasan anak teratasi P : intervensi dihentikan

Tanggal 20 April 2002 (Sabtu) Catatan dari status S : tidak ada nyeri peut, muntah dan BAB juga tidak ada, BAK dan flastus positif. O : kompos mentis, edem periorbital kiri dan kanan, edem tungkai menurun, lengan, tidak ada ronki dan whezeeng, BB 16 kg, masih ascites, bising usus postif dan normal, distensi menurun, masih meteorismus, tidak ada nyeri tekan. Terapi : infus D 5 % 50 cc/hari, Cefotaxim 3 X 1 gram iv, lasix 3 X 18 mg iv, diet TKTPRG 1200 cc + 32 gram protein, diet sonde tiap 2 jam 20 cc, susu tiap 1 jam 10 cc. Tanggal 21 April 2002 (Minggu) Catatan dari status S : BAB positif, tidak ada nyeri peut, muntah, tidak rewel dan flastus positif. O : edem periorbital kiri dan kanan, edem tungkai menurun, lengan, tidak ada ronki dan whezeeng, BB 15 kg, masih ascites, bising usus postif dan normal, N 109 x/mwnit, T 105/70 mmHg, RR 27 X/menit, abdomen supel. Terapi : infus habis lepas, Cefotaxim 3 X 1 gram iv, lasix 3 X 16 mg iv, kalk 3 X 1 (po), prednison 3-2-2 (po), diet sonde 1250 kkal + 30 gram protein tiap 2 jam 20 cc, susu tiap 1 jam 20 cc. Tanggal 22 April 2002 1. Diagnosa keperawatan 1.
Jam 08.45 Implementasi BAK 24 jam 550 cc, BB 15 kg. Mengobservasi : ronki tidak ada, edema pada palpebra, lingkar perut 50 cm dan supel. Menjelaskan kepada ibu minum per oral susu # X 200 cc, air putih maksimal 1 L/hari. 09.15 Memberikan injeksi Lasix 16 mg iv Evaluasi Pukuil 14.00 S : --O : edema periorbita, asicites menurun, supel, lingkar perut 50 cm, balans cairan (-) 50 cc, hasil lab : urine ginjal mikroskopis albumin (=) 4, urin e profil :


6
Mengukur tanda vital : N 100 X/mnt, T 115/70 mmHg, RR 22 X/mnt 11.50 12.30 Mengukur tanda vital : N 110 X/mnt, T 110/75 mmHg, RR 22 X/mnt Bak 250 CC Balans cairan Cm = 250 CC Ck = 300 cc selisih 50 cc protein 150 mg/dl (++), pH 8,0 dan Sg 1,010 A : masalah kelebihan volume cairan teratasi sebagian P : intervensi 1 – 6 diteruskan.

2. Diagnosa keperawatan 3.
Jam 08.40 Implementasi Perut supel, flastus positif, bising usus 27 x/menit, BAB 1 kali agak lembek, Klien makan bubur kasar/nasi lunak habis 1 porsi Terapi : diet nasi lunak 1300 kkal, 32 gram protein, bubur kasar 3 x/hari, susu 3 X 200 cc 12.30 Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan kien tidak muntah, mencret dan setiap kali makan selalu habis O : bising usus 20 x/mnt, flastus positif, ascites menurun, perut supel, hasil lab. Total protein 5,4 g% (6,20-8) ; albumin 3,2 gr% (3,6-5) dan globulin 2,2 gr% (2,6-3)

Klien makan nasi, lauk dan sayur habis 1 porsi, ibu mengatakan sejak kecil tidak begitu suka dengan susu sehingga saat ini sulit

minum susu. Ibu juga mengatakan klien A : masalah nutrisi teratasi sebagian makan sudah habis 1 porsi, tidak ada muntah P : intervensi 1 – 4 diteruskan dan menceret.


DAFTAR PUSTAKA
Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders, Philadelphia. Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica, Jakarta Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. -------, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF IKA, Surabaya.



BAB 2 TINJAUAN TEORI
1.3 Konsep Nefrotik Syndrome (NS) 1. Pengertian. 2. Etiologi b. Nefrotic syndrome bawaan. c. Nefrotic syndrome sekunder d. Nefrotic syndrome idiopatik e. Sklerosis glomerulus.


2 3. Patofisiologi.
Etiologi : autoimun pembagian secara umum Glomerulus

Permiabilitas glomerulus  Sistem imun menurun Porteinuria masif

Resiko tinggi infeksi Hipoproteinemia Hipoalbumin

Hipovolemia

Sintesa protein Tekanan onkotik plasma  hepas 

Aliran darah ke ginjal  Pelepasan renin Vasokonstriksi

Sekresi ADH 

Volume plasma  Retensi natrium renal  Edema

Hiperlipidemia

Malnutrisi Gangguan nutrisi Efusi pleura Sesak

Reabsorbsi air dan natrium

-

Gangguan volume cairan lebih dari kebutuhan

Penatalaksanaan Hospitalisasi Diet Tirah baring

Kecemasan anak dan orang tua

Kurang pengetahuan : kondisi, prognosa dan program

Ketidapatuhan

Intoleransi aktivitas

Resti gangguan pemeliharaan kesehatan


3 1.4 Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome 1. Pengkajian 2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan. a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus. b. Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan. c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun. d. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).