Minggu, 28 Juni 2009

askep gagal ginjal

Pengertian gagal ginjal Kronik

Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).

Etiologi

Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal
Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan
Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
Obstruksi saluran kemih
Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal

Patofisiologi

2 pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada Gagal ginjal Kronis:
1. Sudut pandang tradisional
Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi –fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organic pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle.
2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh
Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawab normal.
Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah.
Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang.

Perjalanan klinis

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 atadium
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % - 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %)
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal,
kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

Manifestasi klinis
Gangguan pernafasan
Udema
Hipertensi
Anoreksia, nausea, vomitus
Ulserasi lambung
Stomatitis
Proteinuria
Hematuria
Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
Anemia
Perdarahan
Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
Distrofi renal
Hiperkalemia
Asidosis metabolic

Test diagnostik

1. Urine :
Volume
Warna
Sedimen
Berat jenis
Kreatinin
Protein
2. Darah :
Bun / kreatinin
Hitung darah lengkap
Sel darah merah
Natrium serum
Kalium
Magnesium fosfat
Protein
Osmolaritas serum
3. Pielografi intravena
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
Pielografi retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
Arteriogram ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
4. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
5. Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
8. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.

Penatalaksanaan

1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka.
2. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.

CONTOH KESIMPULAN PENGKAJIAN
Nama klien Hj. H
Umur 85 tahun.
Masuk RS Tgl 30 April 2005 dengan keluhan Tidak bisa buang air kecil dan sakit pinggang sebelah kanan.. Keluhan ini berlangsung 3 hari 2 hari lalu kliendirumah. Awalnya klien tidak bisa buang air besar menggunakan dulcolax suppositoria selama 2 hari berturut-turut dan klien bisa BAB.
Sehari kemudian klien susah kencing, walau mengejan air kencing tidak bisa keluar, lalu keluarga membawanya ke Rumah Sakit. Sesampai di Rumah Sakit dipasang Kateter dan air kencing lancer keluar keluar berwarna agak merah kemudian yang keluar berwarna agak coklat seperti air teh.
Saat pengkajian klien telah dirawat selama 3 hari data focus yang diperoleh:
Keadaan umum klien agak lemah, tungkai bawah lemas,tidak bertenaga, kulit keriput tidak elastis. odema pretibial. Tonus otot kurang. selalu berbaring ditempat tidur, ativitas sehari, hari dibantu oleh anaknya, terpasang kateter urine warna coklat seperti air teh, kain pengalas basah dan berbau.
TD 160/ 90 mmHg. Nadi 82 x/ menit, suhu Badan 36,2O C, sclera tampak pucat, secret mata ( + ). Mulut/ napas berbau amonia, bicara lirih kadang kurang jelas,
Hasil pemeriksaan Laboratorium
Tgl; 2/5 2005
Ureum : 202,32
Kreatinin : 3, 93
SGOT : 19
SGPT : 30
WBC l: 5,5 x 103 /
RBC : 3,90
HGB : 10,7
HCT : 32,5%
GDS : 161
Pemeriksaan Penunjang
Hasil USG:
Ginjal : Tampak kedua ginjal mengecil dengan echodifferensiasi tidak jelas ( ginjal kanan 5,9 x 3,1 cm; ginjal kiri 5,8 x 2,5 cm ).
Kesan : PNC bilateral.
TERAPI MEDIS
Obat – obatan :
IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/ menit
Allopurinol 300mg 1-0-0
Zonidip 10mg 0-0-1
Fibrat 300mg 0-0-1
Inj. Neurosanbe 1 amp/ hari/ drips
Berdasarkan pengkajian , diagnosa keperawatan yang didapat :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.
2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas, gangguan status metabolic.

Rencana tindakan :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.
1. Kaji status cairan :
Timbang berat badan harian
Keseimbangan masukan dan haluaran
Turgor kulit dan adanya oedema
Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Batasi masukan cairan
3. Identifikasi sumber potensial cairan
Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intra vena.
Makanan
4. Jelaskan rasional pembatasan cairan
5. Bantu klien dalam mengatasi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
6. Tingkatkan dan dorong hygiene oral.
2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tentukan kemampuan klien untuk berpartyisipasi dalam aktifitas perawatan diri. ( skala 0 – 4 ).
Berikan bantuan dengan aktifitas yang diperlukan
Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan ADL klien ditempat tidur.
Bantu keluarga dalam perawatan diri klien ditempat tidur.
Anjurkan keluarga untuk menganti alas bokong jika basah.
Bantu dan motivasi keluarga untuk menjaga kebersihan tubuh klien,
3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.
1. Inspeksi rongga mulut perhatikan kelembapan, karakter saliva, adanya inflamasi, ulserasi.
2. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang ditentukan.
3. Berikan perawatan mulut sering.
4. Anjurkan hygiene mulut setelah makan dan menjelang tidur.
5. Anjurkan klien untuk menghindari pencuci mulut lemon/ bahan yang mengandung alcohol.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas, gangguan status metabolic.
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, kelembapan kulit, vaskuler.
2. Ubah posisi dengan sering, gerakan klien dengan perlahan, beri bantalan kain yang lembut pada tonjolan tulang.
3. Pertahankan linen kering bebas dari keriput.
4. Pertahankan kuku tetap pendek.

askep emfisema

A. PENGERTIAN
Emfisema merupakan suatu keadaan pengembangan paru dengan udara berlebihan (erasi berlebihan) yang mengakibatkan pelebaran atau pecahnya alveolus.

Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelum distal bronkus terminal disertai dengan kerusakan dinding alveolus.

Jenis-jenis emfisema :
1. Alveolus Sentrio Lobular (CLE)
Pelebaran dan kerusakan terjadi pada bagian bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan daerah sekitar asinus
2. Emfisema Panlobular
Ganbaran khasnya adalah tersebar merata di semua paru-paru
3. Irregular
Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan pada asinus

Emfisema dapat bersifat :
1. Emfisema Kompensatorik
Jenis ini dapat bersifat akut atau kronik, tejadi di bagian paru yang masih berfunsi karena ada bagian paru lain yang tidak atau kurang berfungsi. Misalnya karena pneumonia, pneumothoraks atau atelaktasis
2. Emfisema Obstruktif
Terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus yang tidak menyeluruh.

B. ETIOLOGI
Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu :
1. Rokok
Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus
2. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
3. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
4. Genetik
5. Paparan Debu

C. PATOFISIOLOGI
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian tau seluruhparu.

Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.

Pada emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan sesak, penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.






E. MANIFESTASI KLINIK
1. Batuk
2. Sputum putih, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
3. Sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan
4. Nafas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
5. dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, membungkuk
6. Bibir tampak kebiruan
7. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
8. Batuk menahun


F. KOMPLIKASI
1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2. Daya tahan tubuh kurang sempurna
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah
4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Atelaktasis
7. Pneumothoraks
8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien

G. PENATALAKSANAAN

1. Pencegahan
 Tidak merokok
 Menghindari debu maupun asap polutan lain
2. Terapi Medis
 Derivat xantin
Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada pasien emfisema
 β2 golongan agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi, obat yang tergolong β2 agonis adalah terbutalin, metaproterenol dan albuterol.
 Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase.
 Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan nafas pada emfisema masih diperdebatkan, obat yang termasuk di dalamnya adalah dexametason, prednison dan prednisolon.
 Ekspektoran dan mukolitik
Usaha untuk mengurangi dan mengeluarkan mukus merupakan yang utama dan penting pada pengelolaan emfisema. Ekspektoran dan mukolitik yang biasa dipakai adalah bronhoksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi.
 Antibiotik
Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan penisilin, eritromisin, kotrimoksazol, biasanya diberikan 7-10 hari.
3. Terapi Oksigen
Pemberian oksigen konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi obat dan toleransi beban kerja.
4. Latihan Fisik
Latihan fisik yang biasa dilakukan
 Memutar badan ke kiri dan ke kanan dilanjutkan membungkuk ke depan dan belakang
 Latihan dilakukan 5-30 menit selama 15-30 menit selama 4-7 hari/minggu
 Dapat juga dilakukan olahraga ringan naik turun tangga
5. Rehabilitasi
Misalnya bila istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tetapi teratur
6. Fisioterapi
 Postural Drainase
Salah satu tehnik membersihkan jalan nafas akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi
 Breathing Exercise
Dimulai dengan menarik nafas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian menghembuskan nafas melalui bibir dengan mulu mencucu. Posisi yang dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan kedua lutut atau kaki ditinggikan, duduk di kursi atau tempat tidur, bisa juga dilakukan dengan berdiri. Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernafasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernafasan, mendapatkan relaksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.
 Latihan Batuk
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakhea dan bronkioli dari sekret atau benda asing
 Latihan Relaksasi

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
 Foto Thoraks
Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan ke distal.
2. Pemeriksaan Fungsi Paru
3. Pemeriksaan Gas Darah
4. Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan Laboratorium Darah (Kadar Leukosit)

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah pasien sebelumnya pernah sakit seperti yang dialami saat ini, klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, penyakit yang sering diderita pasien dan pernahkah pasien menjalani operasi.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang memiliki penyakit terutama penyakit menular dan keturunan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama atau keadaan yang ditemukan saat melakukan pengkajian. Seperti apakah klien merasakan sesak nafas, batuk dan lain-lain
- Riwayat Kesehatan lingkungan
Bagaimana kebersihan dan bahaya di tempat tinggalnya
 Pemeriksaan Fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi paru.
2. Diagnosa Keperawatan
 Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan dyspnea, adanya penimbunan sekret/sputum
 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen




























Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan dyspnea dan adanya penumpukan sekret/sputum Adanya perbaikan dalam pertukaran gassetelah dilakukan tindakan keperawatan

Rabu, 24 Juni 2009

askep kanker hati

A. PENGERTIAN
Tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya. Sinonim dari hepatoma adalah carcinoma hepatoselluler.

B. ETIOLOGI
1. Virus Hepatitis B dan Virus Hepatitis C
2. Sirosis hati
3. Bahan-bahan Hepatokarsinogenik :
 Aflatoksin
 Alkohol
 Steroid anabolik
 Vinil chloride
 Penimbunan zat besi yang berlebihan dalam hati (Hemochromatosis)

C. PATOFISIOLOGI
Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama / menahun. Khususnya yang disebabkan oleh alkoholik dan postnekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang disertai pembesaran hati mendadak. Tumor hati yang paling sering adalah metastase tumor ganas dari tempat lain. Matastase ke hati dapat terdeteksi pada lebih dari 50 % kematian akibat kanker. Hal ini benar, khususnya untuk keganasan pada saluran pencernaan, tetapi banyak tumor lain juga memperlihatkan kecenderungan untuk bermestatase ke hati, misalnya kanker payudara, paru-paru, uterus, dan pankreas. Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai penyebaran tumor yang luas.

D. MANIFESTASI KLINIK
- penurunan berat badan
- anoreksia
- anemia
- nyeri abdomen
- hepatomegali
- jaundice
- ascites

E. DIAGNOSIS
1. Laboratorium
Allfaphetoprotein > 500 nanogram/ml
2. Radiologi :
Ultrasonografi (USG), CT-Scan, Rontgen

F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan tergantung dari saat diagnosa ditegakkan.
1. Pembedahan
2. Pemberian kemoterapi secara infus
3. Penyinaran















ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Keluhan berupa nyeri abdomen, kelemahan dan penurunan berat badan, anoreksia, rasa penuh setelah makan terkadang disertai muntah dan mual. Bila ada metastasis ke tulang penderita mengeluh nyeri tulang.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan
1. Gangguan metabolisme
2. Perdarahan
3. Asites
4. Edema
5. Hepatomegali
6. Jaundice/icterus
7. Aktivitas terganggu

B. DIAGNOSA
1. ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, gangguan absorbsi, metabolisme vitamin di hati.
INTERVENSI :
1. Pantau masukan makanan setiap hari, beri pasein buku harian tentang makanan sesuai indikasi
2. Dorong pasien utk makan deit tinggi kalori kaya protein dg masukan cairan adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan makanan sering / lebih sedikit yg dibagi bagi selama sehari.

RASIONAL :
1. Keefektifan penilaian diet individual dalam penghilangan mual pascaterapi. Pasien harus mencoba untuk menemukan solusi/kombinasi terbaik.
2. Kebutuhan jaringan metabolek ditingkatkan, begitu juga cairan ( untuk menghilangkan produksi sisa ). Suplemen dapat memainkan peranan penting dlm mempertahankan masukan kalori dan protein adekuat.

2. Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites )
INTERVENSI :
1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi , frekwensi, durasi dan intensitas ( 0-10 ) dan tindakan penghilang rasa nyeri misalkan berikan posisi yang duduk tengkurap dengan dialas bantal pada daerah antara perut dan dada.
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar misalnya reposisi, gosok punggung.
3. kaji tingkat nyeri / kontrol nilai
4. ajarkan pasien untuk melakukan managemen nyeri

RASIONAL :
1. memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan / keefektifan intervensi
2. meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian
3. kontrol nyeri
4. pasien mampu melakukan managemen nyeri secara mandiri ketika nyeri terasa.

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan
INTERVENSI :
1. dorong pasein untuk melakukan apa saja bila mungkin, misalnya mandi, bangun dari kursi/ tempat tidur, berjalan. Tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan.
2. pantau respon fisiologi terhadap aktivitas misalnya; perubahan pada TD/ frekuensi jantung / pernapasan.
3. beri oksigen sesuai indikasi

RASIONAL :
1. meningkatkan kekuatan / stamina dan memampukan pasein menjadi lebih aktif tanpa kelelahan yang berarti.
2. teloransi sangat tergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi, keseimbnagan cairan dan reaksi terhadap aturan terapeutik.
3. adanya hifoksia menurunkan kesediaan O2 untuk ambilan seluler dan memperberat keletihan.

4. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan asites
TUJUAN :
1. Mengedentifikasi fiksi intervensi yang tepat untuk kondisi kusus.
2. Berpartisipasi dalam tehnik untuk mencegah komplikasi / meningkatkan penyembuhan

INTERVENSI :
1. Kaji kulit terhadap efek samping terapi kanker. Perhatikan kerusakan atau perlambatan penyembuhan .
2. Mandikan dengan air hangat dan sabun
3. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit yang kering dari pada menggaruk.
4. Balikkan / ubah posisi dengan sering
5. Anjurkan pasein untuk menghindari krim kulit apapun ,salep dan bedak kecuali ada indikasi

RASIONAL :
1. Efek kemerahan atau reaksi radiasi dapat terjadi dalam area radiasi dapat terjadi dalam area radiasi. Deskuamasi kering dan deskuamasi kering,ulserasi.
2. Mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit.
3. Membantu mencegah friksi atau trauma fisik.
4. Untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit/ jaringan yang tidak perlu.
5. Dapat meningkatkan iritasi atau reaksi secara nyata.

C. EVALUASI
1. BB ideal, pertambahan berat badan ke arah yang ideal
2. Pasien melaporkan nyeri berkurang, pasien mampu melakukan managemen nyeri mandiri
3. Dapat melakukan aktifitas secara optimal
4. Tidak timbul gejala kerusakan integritas kulit

askep kanker paru

A. PENGERTIAN
Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru; tetapi kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru. Kanker paru-paru merupakan kanker yang paling sering terjadi, baik pada pria maupun wanita.

B. JENIS-JENISKANKER PARU-PARU
Lebih dari 90% kanker paru-paru berawal dari bronki (saluran udara besar yang masuk ke paru-paru), kanker ini disebut karsinoma bronkogenik, yang terdiri dari:
• Karsinoma sel skuamosa
• Karsinoma sel kecil atau karsinoma sel gandum
• Karsinoma sel besar
• Adenokarsinoma.
Karsinoma sel alveolar berasal dari kantong udara (alveoli) di paru-paru. Kanker ini bisa merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru.
Tumor paru-paru yang lebih jarang terjadi adalah:
• Adenoma (bisa ganas atau jinak)
• Hamartoma kondromatous (jinak)
• Sarkoma (ganas)
Limfoma merupakan kanker dari sistem getah bening, yang bisa berasal dari paru-paru atau merupakan penyebaran dari organ lain.
Banyak kanker yang berasal dari tempat lain menyebar ke paru-paru. Biasanya kanker ini berasal dari payudara, usus besar, prostat, ginjal, tiroid, lambung, leher rahim, rektum, buah zakar, tulang dan kulit.

C. ETIOLOGI
Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan sekitar 70% pada wanita.
Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paru.
Hanya sebagian kecil kanker paru-paru (sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang disebabkan oleh zat yang ditemui atau terhirup di tempat bekerja.
Bekerja dengan asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja yang juga merokok.
Peranan polusi uadara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas.
Beberapa kasus terjadi karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga.
Peranan polusi uadara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas.
Beberapa kasus terjadi karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga.

D. PATOFISIOLOGI
Biasanya gejala utama adalah batuk yang menetap. Penderita kanker paru-paru seringkali menyadari bahwa batuknya semakin memburuk. Dahak bisa mengandung darah. Jika kanker tumbuh ke dalam pembuluh darah dibawahnya, bisa menyebabkan perdarahan hebat.
Kanker bisa menyebabkan bunyi mengi karena terjadi penyempitan saluran udara di dalam atau di sekitar tempat tumbuhnya kanker. Penyumbatan bronkus bisa menyebabkan kolaps pada bagian paru-paru yang merupakan percabangan dari bronkus tersebut, keadaan ini disebut atelektasis Akibat lainnya adalah pneumonia dengan gejala berupa batuk, demam, nyrei dada dan sesak nafas.
Jika tumor tumbuh ke dalam dinding dada, bisa menyebabkan nyeri dada yang menetap.
Kanker paru seringkali menyebabkan penimbunan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura), sehingga penderita mengalami sesak nafas. Jika kanker menyebar di dalam paru-paru, bisa terjadi sesak nafas yang hebat, kadar oksigen darah yang rendah dan gagal jantung. Kanker bisa tumbuh ke dalam saraf tertentu di leher, menyebabkan terjadinya sindroma Horner, yang terdiri dari:
- penutupan kelopak mata
- pupil yang kecil
- mata cekung
- berkurangnya keringat di salah satu sisi wajah.
Kanker di puncak paru-paru bisa tumbuh ke dalam saraf yang menuju ke lengan sehingga lengan terasa nyeri, mati rasa dan lemah. Kerusakan juga bisa terjadi pada saraf pita suara sehingga suara penderita menjadi serak.
Kanker bisa tumbuh secara langsung ke dalam kerongkongan, atau tumbuh di dekat kerongkongan dan menekannya, sehingga terjadi gangguan menelan. Kadang terbentuk saluran abnormal (fistula) diantara kerongkongan dan bronki, menyebabkan batuk hebat selama proses menelan berlangsung, karena makanan dan cairan masuk ke dalam paru-paru.
Kanker paru-paru bisa tumbuh ke dalam jantung dan menyebabkan:
- irama jantung yang abnormal
- pembesaran jantung
- penimbunan cairan di kantong perikardial.
Kanker juga bisa tumbuh di sekitar vena kava superior. Penyumbatan vena ini menyebabkan darah mengalir kembali ke atas, yaitu ke dalam vena lainnya dari bagian tubuh sebelah atas:
- vena di dinding dada akan membesar
- wajah, leher dan dinding dada sebelah atas (termasuk payudara) akan membengkak dan tampak berwarna keunguan.
Keadaan ini juga menyebabkan sesak nafas, sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing dan perasaan mengantuk. Gejala tersebut biasanya akan memburuk jika penderita membungkuk ke depan atau berbaring.
Kanker paru-paru juga bisa menyebar melalui aliran darah menuju ke hati, otak, kelenjar adrenal dan tulang. Hal ini bisa terjadi pada stadium awal, terutama pada karsinoma sel kecil.

E. MANIFESTSI KLINIK
 batuk menetap karena sekresi cairan yang berlebihan
 mengi karena penyempitan cabang bronkus Karen tumor
 dyspnea disebabkan oleh penyempitann jalan nafas dan sekresi cairan berlebihan
 hemoptisis disebabkan erosi kapiler di jalan nafaas
 peningkatan volume sputumdengan bau tak sedap disebabkan oleh akumulasi sel yang nekrosis di belakang bagian yang obstruksi oleh tumor
 infeksi saluran pernafasan yang berulang, retensi sel dibelakang bagian yang obsrtuksi merupakan predisposisi pasien terhadap infeksi
 nyeri dada tumpul, yang dapat menyebar ke bahu dan punggung, seperti pembesaran tumor, ini menekan saraf dijaringan pleura
 effusi pleural, terjadi bila tumor mengganggu dinding paru
 parau disebabkan oleh tekanan tumor terhadap saraf laring berulang
 disfgia akibat tekanan tumor pada esophagus
 edema daerah muka, leher, lengan dapat terjadi bila tumor menyumbat aliran darah divena cava superior, kondisi yang disebut sebagai sindrom vena cava superior

F. DIAGNOSA
Jika seseorang (terutama perokok) mengalami batuk yang menetap atau semakin memburuk atau gejala paru-paru lainnya, maka terdapat kemungkinan terjadinya kanker paru-paru.
Kadang petunjuk awalnya berupa ditemukannya bayangan pada rontgen dada dari seseorang yang tidak menunjukkan gejala. Rontgen dada bisa menemukan sebagian besar tumor paru-paru, meskipun tidak semua bayangan yang terlihat merupakan kanker.
Biasanya dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari contoh jaringan, yang kadang berasal dari dahak penderita (sitologi dahak). Untuk mendapatkan jaringan yang diperlukan, dilakukan bronkoskopi.
CT scan bisa menunjukkan bayangan kecil yang tidak tampak pada foto rontgen dada dan bisa menunjukkan adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Untuk mengetahui adanya penyebaran ke hati, kelenjar adrenal atau otak, dilakukan CT scan perut dan otak.
Penyebaran ke tulang bisa dilihat melalui skening tulang. Kadang dilakukan biopsi sumsum tulang, karena karsinoma sel kecil cenderung menyebar ke sumsum tulang


G. PENTALAKSANAAN
1. pembedahan
membuang bagian paru tempat tumor dan kelenjar getah bening yang terkena kanker.
2. radiasi dengan sinar X
dilakukan untuk menghancurkan kanker, jika terkene sel normal juga akan mati maka harus menghindari sel normal.
3. kemoterapi
untuk membasmi sel-sel kanker sampai kekar-akarnya,sampai ke lokasi yang tidak terjangkau pisau bedah.



















ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat atau adanya factor resiko
- perokok berat
- terpajan teerhadap lingkungan karsinogen
- penykit paru kronis sbelumnya yang mengakibatkan jaringan parut dan fibrosis pada jaringan paru
2. pemeriksaan fisik
- batuk menetap karena sekresi cairan yang berlebihan
- mengi karena penyempitan cabang bronkus Karen tumor
- dyspnea disebabkan oleh penyempitann jalan nafas dan sekresi cairan berlebihan
- hemoptisis disebabkan erosi kapiler di jalan nafaas
- peningkatan volume sputumdengan bau tak sedap disebabkan oleh akumulasi sel yang nekrosis di belakang bagian yang obstruksi oleh tumor
- infeksi saluran pernafasan yang berulang, retensi sel dibelakang bagian yang obsrtuksi merupakan predisposisi pasien terhadap infeksi
- nyeri dada tumpul, yang dapat menyebar ke bahu dan punggung, seperti pembesaran tumor, ini menekan saraf dijaringan pleura
- effusi pleural, terjadi bila tumor mengganggu dinding paru
- parau disebabkan oleh tekanan tumor terhadap saraf laring berulang
- disfgia akibat tekanan tumor pada esophagus
- edema daerah muka, leher, lengan dapat terjadi bila tumor menyumbat aliran darah divena cava superior, kondisi yang disebut sebagai sindrom vena cava superior

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. ansietes b.d. kurang pengetahuan tentang penyakit, ketakutan terhadap penyakit
2. Nyeri b.d. karsinoma paru
3. Kerusakan pertukaran gas b.d. kanker paru
4. Intoleransi aktivitas b.d.kerusakan pertukaran gas
5. Gangguan pola tidur b.d. nyeri

C. INTERVENSI
1. ansietes b.d. kurang pengetahuan tentang penyakit, ketakutan terhadap penyakit
- berikan informasi tentang penyakit yang di derita
- pertahankan control nyeri yang efektif
- ikut sertakan orang – orang yang berarti bagi pasien pada setiap tindakan
2. Nyeri b.d. karsinoma paru
- Berikan analgesic jika diperlukan
- Ubah posisi setiap 2 jam
- Ajarkan pasien untuk manejemen nyeri
3. Kerusakan pertukaran gas b.d. kanker paru
- pantau status pernafasan setiap 8 jam
- Berikan oksigen bila diiperlukan
4. Intoleransi aktivitas b.d.kerusakan pertukaran gas
- beikan bantuan dalam pelaksanaan kehidupann sehari-hari sesuai kebutuhan
- berikan lingkungan yang tenang, nyaman
5. Gangguan pola tidur b.d. nyeri
- pastikan ventilasi baik
- pertahankan ruangan bebas dari bahan-bahan iritan, spereti asap
- pertahankan suhu ruangan yang nyaman
- berikan analgesic sebelum tidur
- bantu pasien untuk mendapatkan posisi tidur yang nyaman

D. KRITERIA EVLUASI
1. Melaporkan perasaan cemas berkurang, ekspresi wajah rileks, menyatakan pemahaman tentang penyakit
2. menyatakan nyeri telah hilang, ekspresi wajah rileks, pengembangan paru penuh
3. warna kulit normal, frekuensi nafas 16-24x/menit, tidak menggunakan otot Bantu aksesori dalam bernafas
4. tidak ada keluhan lelah saat mlakukan aktifitas, tidak ada dipsneu dan takipneu dalam meelakukan aktifitas
5. melaporkan perasaan dapat istirahat, tidak insomnia

ASkep ckr

A. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah kerusakan jaringan otak yang diakibatkan oleh adanya trauma (benturan benda atau serpihan tulang) yang menembus atau merobek suatu jaringan otak, oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan akhirnya oleh efek percepatan perlambatan pada otak yang terbatas pada kompartemen yang kaku (Price & Wilson, 1995).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Secara umum cedera kepala dapat diklasifikasikan menurut nilai skala glasgow, sebagai berikut :
 Ringan
 GCS 13-15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit
 Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur serebral, hematoma
 Sedang
 GCS 9 – 12
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
 Dapat mengalami fraktur tengkorak.
 Berat
 GCS 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
 Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
B. ETIOLOGI
 Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
 Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
 Cedera akibat kekerasan
C. PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

D. MANIFESTASI KLINIK
♦ Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
♦ Kebungungan
♦ Iritabel
♦ Pucat
♦ Mual dan muntah
♦ Pusing kepala
♦ Terdapat hematoma
♦ Kecemasan
♦ Sukar untuk dibangunkan
♦ Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

E. KOMPLIKASI
♠ Hemorrhagie
♠ Infeksi
♠ Edema
♠ Herniasi

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
♠ Rotgen Foto
♠ CT Scan
♠ Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)

G. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
 Pemeriksaan fisik
 Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
 Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
 Sistem saraf :
 Kesadaran à GCS.
 Fungsi saraf kranial à trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
 Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
 Sistem pencernaan
 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar à tanyakan pola makan?
 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
 Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
 Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
 Psikososial à data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.
2. Diagnosa Keperawatan
 Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
 Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
 Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan perdarahan, mual dan muntah.
 Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
 Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
3. Intevensi Keperawatan
Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
• Kaji, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
• Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir.
• Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
• Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.
• Pemberian oksigen sesuai program.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
• Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
• Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).
• tekanan pada vena leher.
• pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).
• Bila akan memiringkan, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).
• Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
• Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.
• Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan edema serebral.
• Monitor intake dan out put.
• Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
• Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
• Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
• Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
• Perawatan kateter bila terpasang.
• Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.
Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan perdarahan, mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji intake dan out put.
• Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.
• Berikan cairan intra vena sesuai program.
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Klien terbebas dari injuri.
Intervensi :
• Kaji status neurologist : perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
• Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
• Monitor tanda-tanda vital setiap jam atau sesuai dengan protokol.
• Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
• Berikan analgetik sesuai program.
Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan.
Tujuan : Klien akan merasa nyaman yang ditandai dengan tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
• Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri.
• Kurangi rangsangan.
• Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
• Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
• Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

Senin, 22 Juni 2009

IMM di Pekalongan kok memble

assalamu alaikum...... salam jas merah...
hampir satu dekade IMM berdiri di Pekalongan namun nafas perjuangan IMM belum juga dimiliki para kadernya.....
AYO KITA MULAI SEKARANG..........!!!!!