Minggu, 30 Agustus 2009

tanjung mas ninggal janji

Bebasan Koyo Ngenteni Udan Ning Mongso Ketigo
Najan Mung Sedelo Ora Dadi Ngopo
Penting Iso Ngademke Ati

Semono Ugo Rasane Atiku
Mung Tansah Nunggu Tekamu
Ra Kroso Setaun Kowe Ninggal Aku
Kangen
Kangen E Atiku

aku Sik Kelingan Naliko Nang Pelabuhan
Kowe Janji Lungo Ra Ono Sewulan
Nanging Saiki
Wes Luwih Ing Janji
Nyatane Kowe Ora Bali-bali
Ning Pelabuhan Tanjung Mas Kene
Biyen aku Ngeterke Kowe
Ning Pelabuhan Semarang Kene
aku Tansah Ngenteni Kowe

Sabtu, 29 Agustus 2009

contoh proposal DAM

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. An Nisa : 9)

A. PENDAHULUAN
Model pembangunan yang dominan di masa kini adalah globalisasi ekonomi, sebuah sistem yang didasari oleh kepercayaan bahwa sebuah ekonomi global dengan peraturan universal yang dibuat oleh korporasi dan pasar adalah hal yang tidak dapat dihindari. Kebebasan ekonomi adalah nilai khas bukan lagi demokrasi ataupun usaha untuk melindungi ekologi. Hasilnya adalah dunia kita mengalami transformasi besar-besaran yang intinya adalah penyerangan hebat terhadap seluruh segi kehidupan manusia. Dalam pasar global ini, segalanya harus dapat dijual bahkan bagian-bagian dari kehidupan yang sebelumnya dianggap sakral seperti kesehatan dan pendidikan, kebudayaan dan warisan, kode etik dan bibit tanaman serta sumber-sumber daya alam (termasuk udara dan air).
Di era globalisasi, pertumbuhan ekonomi secara terus menerus dinilai sebagai dogma yang diyakini sebagai salah satu cara meneteskan kekayaan materi ke bawah kepada si miskin. Namun pada kenyataannya justru globalisasi sangat merugikan si miskin karena si kaya semakin bertumpuk kekayaannya dan si miskin semakin terkimpit persoalan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan pertumbuhan teknologi. Individu dan lembaga terpesona oleh kemajuan teknologi dan mempercayai bahwa setiap masalah dapat diselesaikan dengan teknologi. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa teknologi tidak hanya menjadi pemecah masalah tetapi juga menjadi sumber masalah baru yang terkait erat dengan kerusakan baik secara fisik maupun mental.
Pertumbuhan teknologi telah menciptakan kerusakan lingkungan seperti : pencemaran udara, suara yang mengganggu, bahan pencemar kimia, bahaya radiasi dan perbagai persoalan lain. Selain itu, kemajuan teknologi juga mengakibatkan berbagai persoalan sosial seperti: semakin mudahnya akses pornografi, memudarnya nilai-nilai kebersamaan, penyalahgunaan teknologi untuk kejahatan dan berbagai persoalan lain.
Peran IMM sebagai kader persyarikatan, umat dan bangsa menuntut IMM untuk bisa berbagi fungsi agar bisa menjalankan peran-peran tersebut. Fungsi pertama yaitu fungsi internal, ini menuntut IMM untuk mampu selain menjadi kader ikatan juga siap menjadi penerus persyarikatan yang mampu mengemban misi dakwah amar ma’ruf persyarikatan di kalangan mahasiswa khususnya dan umat pada umumnya. Dan fungsi kedua yaitu fungsi eksternal adalah bagaimana IMM mampu berperan dalam konteks sosial keumatan dan kemasyarakatan.



Konsekuensi dari komitmen gerakan IMM sebagai gerakan sosial kemasyarakatan adalah tindak nyata atau praksis gerakan IMM dalam pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jawa Barat (DPD IMM Jawa Barat) mencoba memberikan bekal bagi kader Ikatan sebagai tulang punggung dan penggerak praksis gerakan dengan berbagai landasan dan teori serta kemampuan menerjemahkan wacana-wacana pemberdayaan masyarakat yang dikemas dalam suatu kegiatan bernama ”Darul Arqam Madya” dengan harapan Ikatan ke depan memiliki landasan dan blue print pemberdayaan masyarakat.

B. LANDASAN KEGIATAN
1. Al-Quran dan As-sunnah
2. Pancasila dan UUD 1945
3. AD dan ART Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah
4. Program Kerja Bidang Kader DPD IMM Jawa Barat Periode 2008-2010

C. NAMA KEGIATAN
”Refleksi Milad IMMke-45 dan Darul Arqam Madya
Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jawa Barat”

D. TUJUAN KEGIATAN
1. Membentuk karakter, kepribadian, wawasan dan mutu aggota yang memiliki kualifikasi kader IMM tingkat daerah
2. Membentuk kader yang mampu memahami Islam dan mampu mengaktualisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat
3. Membentuk kader yang memiliki kepekaan dan kesadaran kritis terhadap berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat
4. Membentuk kader militan yang memiliki kualitas keilmuan dan keterampilan memberdayakan masyarakat
5. Merancang blue print pemberdayaan masyarakat dalam perspektif sosial, ekonomi dan lingkungan

E. BENTUK DAN TEMA KEGIATAN
1. Seminar Refleksi Milad IMM ke-45
“IMM Dari Masa Ke Masa: Refleksi Gerakan IMM
Dalam Perannya Sebagai Kader Persyarikatan, Umat Dan Bangsa”
Pembicara :
1. Marzuki Usman (Ketua Forum Komunikasi Alumni IMM)
2. Prof. Dr. H. Dadang Kahmad (Ketua PWM Jawa Barat)
3. Prof. Mansur Suryanagara (Sejarawan Unpad)
4. Rusli Halim Fadli (Ketua DPP IMM)
2. Darul Arqam Madya
“Mengusahakan Terbentuknya Kader Pemberdaya Masyarakat
dalam Perspektif Sosial, Ekonomi dan Lingkungan”

F. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
1. Seminar Refleksi Milad IMM & Pembukaan DAM
Tempat : Mesjid Raya Mujahidin, Jl. Sancang No. 6 Bandung
Waktu : 1 April 2009 Pukul 09.00 s.d. Selesai
2. Darul Arqam Madya
Tempat : Pesantren Muhammadiyah Tegalega, Bandung
Waktu : 1-5 April 2009

G. MATERI DARUL ARQAM MADYA
1. Ideologis (KeIslaman, KeMuhammadiyahan, KeIMMan)
2. Kepemimpinan dan keorganisasian
3. Wawasan
4. Keterampilan
5. Muatan Lokal

H. PEMBICARA DAN NARASUMBER
1. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat
2. DPP IMM
3. Tim Instruktur DPD IMM Jawa Barat
4. Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
5. Cendekiawan dan pemerhati permasalahan kontemporer yang kompeten di bidangnya

I. PESERTA DARUL ARQAM MADYA
1. Utusan PC IMM se- Jawa Barat = 30 IMMawan/wati
2. Utusan DPD IMM Luar Jawa Barat = 10 IMMawan/wati

Persyaratan Peserta :
1. Memiliki track record yang baik dalam lkatan
2. Lulus pengkaderan utama tingkat dasar (DAD) yang disertai dengan bukti Syahadah perkaderan
3. Mendapat rekomendasi dari pimpinan IMM terkait
4. Bersedia mengikuti acara perkaderan dari awal sampai selesai
5. Mengisi dan menyerahkan formulir yang telah disediakan
6. Menyerahkan pas photo ukuran 3 x 4 sebanyak 2 lembar
7. Membuat makalah dalam bentuk essai atau artikel yang diserahkan pada saat screening dengan font 12 Times New Roman minimal 3 halaman A4 dengan spasi 1,5 dan dilengkapi dengan referensi yang dibawa saat screening.
a. Makalah Wajib dengan tema ”Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan pemberdayaan masyarakat dalam perspektif sosial, ekonomi dan lingkungan”
b. Makalah Pilihan (pilih salah satu dari materi yang tersedia)
8. Membayar SWP sebesar Rp. 50.000,- dan SWO sebesar Rp. 100.000,-
9. Mengikuti screening test untuk ditetapkan sebagai peserta
10. Menghafal lafadz dan terjemahan Surat Ali Imran ayat 104
Contact Person : Hafizh (085710521042) Ratna (081311488569)

J. MANUAL KEGIATAN
Terlampir

K. SUSUNAN PANITIA
Terlampir

L. ESTIMASI ANGGARAN
Terlampir


M. PENUTUP
Demikian proposal ini kami buat agar dapat dijadikan acuan kegiatan oleh pihak-pihak terkait. Semoga segala usaha yang dilakukan akan memberikan nilai manfaat dan kebaikan baik di dunia maupun di akhirat.

Billahi Fi Sabililhaq Fastabiqul Khairat

Bandung, Maret 2009

Panitia Pelaksana
Darul Arqam Madya
DPD IMM Jawa Barat
Ketua,



Ratna Istianah Sekretaris,
Hafizh Fakhruddin


Mengetahui,
Ketua Umum DPD IMM Jawa Barat



Rizki Fauzi








Lampiran I
MANUAL KEGIATAN

Waktu Acara Penanggung Jawab
Rabu, 1 April 2009
08.00-09.00 Registrasi peserta dan persiapan pembukaan OC
09.00-10.00 Pembukaan
 Pembacaan ayat suci al-Quran
 Lagu Indonesia Raya dan Mars IMM
 Laporan Ketua Panitia
 Sambutan Ketua Umum DPD IMM Jawa Barat
 Sambutan PW Muhammadiyah Jawa barat sekaligus Membuka Acara
 Doa penutup OC dan SC
10.00-12.00 Seminar Refleksi Milad ke-45 OC dan SC
12.00-13.00 ISHOMA
13.00-18.00 Screening dan Pre test Instruktur
18.00-20.00 ISHO
20.00-22.00 Orientasi dan Kontrak Belajar Instruktur
22.00-08.00 ISHOMA
Kamis, 2 April 2009
08.00-12.00 Perjalanan menuju lokasi OC
12.00-13.00 ISHOMA
13.00-15.00 Materi I : Teori-teori sosial pembangunan dan globalisasi ekonomi
15.00-16.00 Istirahat, Sholat dan bersih diri
16.00-18.00 Materi II : Global warming dan isu-isu kerusakan lingkungan
18.00-19.30 ISHOMA
19.30-21.30 Materi III : Problematika umat Islam kontemporer
21.30-22.00 Coffe break dan games Instruktur
22.00-23.00 Pendalaman materi dan evaluasi Instruktur
23.00-03.00 ISHO
Jum’at, 3 April 2009
03.00-04.00 Shalat Tahajjud IOT
04.00-06.00 Shalat Subuh dan Tadarus Makna IOT
06.00-07.30 Bersih diri dan keperluan pribadi
07.30-08.00 Sarapan
08.00-10.00 Presentasi Makalah I Instruktur
10.00-12.00 Materi IV : Pembangunan dan sistem ekonomi syariah
12.00-13.00 ISHOMA
13.00-15.00 Materi V : Pemanfaatan SDA dan teologi lingkungan dalam Islam
15.00-16.00 ISHOMA
16.00-18.00 Materi VI : Tafsir Masyarakat Islam
18.00-19.30 ISHOMA
19.30-21.30 Presentasi Makalah II Instruktur
21.30-22.00 Coffe Break dan games Instruktur
22.00-23.00 Pendalaman materi dan evaluasi Instruktur
23.00-03.00 Istirahat
Sabtu, 4 April 2009
03.00-04.00 Shalat Tahajjud IOT
04.00-06.00 Shalat Subuh dan Tadarus Makna IOT
06.00-07.30 Bersih Diri dan Keperluan Pribadi
07.30-08.00 Sarapan
08.00-10.00 Materi VII : Konsep GJDJ Muhammadiyah dan model pemberdayaan masyarakat
10.00-12.00 Materi VIII : Profil kader IMM yang berperspektif sosial, ekonomi dan lingkungan
12.00-13.00 ISHOMA
13.00-15.00 Materi IX : Filsafat Pergerakan & Community Development
15.00-16.00 Istirahat dan Bersih Diri
16.00-18.00 Materi X : Rekayasa sosial untuk pemberdayaan masyarakat
18.00-19.30 ISHOMA
19.30-21.30 Materi XI : Analisis Sosial
21.30-22.00 Coffe break dan games Instruktur
22.00-23.00 Pendalaman Materi dan Evaluasi Instruktur
23.00-03.00 Istirahat
Ahad, 5 April 2009
03.00-04.00 Shalat Tahajjud IOT
04.00-06.00 Shalat Subuh dan Tadarus Makna IOT
06.00-06.30 Persiapan Out Bound OC dan SC
06.30-09.00 Out Bound Instruktur
09.00-10.00 Sarapan dan bersih diri
10.00-12.00 Evaluasi dan RTL Instruktur
12.00-13.00 ISHOMA
13.00-14.00 Penutupan OC dan SC
14.00-........... Sayonara
















PANITIA
REFLEKSI MILAD IMM KE-45 DAN DARUL ARQAM MADYA (DAM)
IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH
JAWA BARAT


Penanggung Jawab : Rizki Fauzi (Ketua Umum DPD IMM Jabar)

Panitia Pengarah (SC) : Hafizh Fakhruddin
Pahrudin Aziz
Ratna Istianah
Risni A
Ismail Hendra
Alfadl
Ahmad Rifa’i
Dimas

Organizing Committee (OC)
Ketua : Ratna Istianah (ex officio)
Sekretaris : Hafizh Fakhruddin
Bendahara : Muhdiyat

Seksi-Seksi
Acara : Lidya Sita Utami (Koord)
Fahmi Agung
Laila Putri Cepi
Fitri

Kesekretariatan : Agus Rizal (Koord)
Anton Ramli Putra Ary Aryanti
Ahmad Ridwan Alfaruq Dwi Putri
Rahmat Awaludin Salam Hilda

Dana : Irfan Ramdani (Koord)
Syukron Abdillah Laras Aryati
Riki Ahmad

Akomodasi dan Transportasi : Yudi Pramiadi (Koord)
Hilman Intan
Soni Luthfi A. U.
Dara Oktavia Roni
Ridwan

Konsumsi : Roudatul Masrufah (Koord)
Nurlaely Ulwin Shofia
Dasam Vera
Siti
ESTIMASI ANGGARAN
DAM DPD IMM Jawa Barat
NO URAIAN VOLUME FREKUENSI HARGA SATUAN JUMLAH
A Kesekretariatan
1 Kertas Kop Panitia 1 rim 1 kali Rp 100.000 Rp 100.000
2 Kertas HVS F4 / A4 5 rim 1 kali Rp 30.000 Rp 150.000
3 Amplop Kecil (Kop Panitia) 5 box(es) 1 kali Rp 50.000 Rp 50.000
4 Amplop Padi (Kop Panitia) 50 pc(s) 1 kali Rp 10.000 Rp 500.000
5 Penggandaan Proposal 30 eks 1 kali Rp 10.000 Rp 300.000
6 Biaya Pengiriman Berkas 1 paket 1 kali Rp 500.000 Rp 500.000
7 Biaya Telepon, Fax, interet 1 paket 1 kali Rp 1.500.000 Rp 1.500.000
8 ID Card Panitia 20 pc(s) 1 kali Rp 5.000 Rp 100.000
9 Block Note 250 eks 1 kali Rp 5.000 Rp 1.250.000
10 Booklet/Guide Books 100 eks 1 kali Rp 5.000 Rp 500.000
11 Penggandaan Materi 250 eks 4 kali Rp 1.000 Rp 1.000.000
12 Undangan Pembukaan 250 eks 1 kali Rp 5.000 Rp 1.250.000
13 Cinderamata/Gift 10 pc(s) 1 kali Rp 50.000 Rp 500.000
Rp 7.700.000
B PubDekDok
1 Spanduk Bender 10 pc(s) 1 kali Rp 100.000 Rp 1.000.000
2 Spanduk Biasa 3 pc(s) 1 kali Rp 1.000.000 Rp 3.000.000
4 Bendera Organisasi 50 pc(s) 1 kali Rp 25.000 Rp 1.250.000
5 Media Cetak 2 media 5 kali Rp 100.000 Rp 1.000.000
6 Media Elektronik 2 media 5 kali Rp 200.000 Rp 2.000.000
7 Stiker 250 eks 1 kali Rp 2.000 Rp 500.000
10 Desain Tata Ruang 1 paket 1 kali Rp 1.000.000 Rp 1.000.000
11 Album Foto 1 pc(s) 1 kali Rp 100.000 Rp 100.000
12 Shooting Video 1 paket 2 hari Rp 2.000.000 Rp 4.000.000
Rp13.850.000
C Akomodasi dan Transportasi
1 Sewa Ruangan 1 paket 1 kali Rp 10.000.000 Rp 10.000.000
2 Mobil (Sewa) 1 unit 3 hari Rp 500.000 Rp 1.500.000
3 Narasumber 15 orang 1 kali Rp 1..000.000 Rp 15.000.000
4 Transportasi Lokasi kegiatan 1 paket 1 kali Rp 1.500.000 Rp 1.500.000
5 Operasional Persiapan 1 paket 1 kali Rp 5.000.000 Rp 5.000.000
Rp 33.000.000
D. Acara dan Perlengkapan
1 Laptop dan Infocus (Sewa) 1 paket 5 hari Rp 500.000 Rp 2.500.000
Rp 2.500.000
E. Konsumsi
1 Makan Peserta 100 orang 15 kali Rp 20.000 Rp 30.000.000
Snack /coffe break 100 paket 10 kali Rp 5.000 Rp 5.000.000
3 Snack Pembukaan 300 Paket 1 Kali Rp. 10.000 Rp. 3.000.000
Rp 38.000.000
Jumlah Rp 95.050.000

Terbilang : “Sembilan Puluh Lima Juta Lima Puluh Ribu Rupiah”

Selasa, 07 Juli 2009

askep Nefrotik sindrom

BAB 1 PENDAHULUAN
Nefrotic syndrome merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi nefrotic syndrome bawaan, sekunder, idiopatik dan sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun. Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada pasien nefrotic syndrome sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.



BAB 2
TINJAUAN TEORI 1.1 Konsep Nefrotik Syndrome (NS) 1. Pengertian. NS adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832). 2. Etiologi Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi : a. Nefrotic syndrome bawaan. Gejala khas adalah edema pada masa neonatus. b. Nefrotic syndrome sekunder Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan GNK, bahan kimia dan amiloidosis. c. Nefrotic syndrome idiopatik d. Sklerosis glomerulus. 3. Patofisiologi. Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial. Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.



Etiologi : autoimun pembagian

Glomerulus

Permiabilitas glomerulus  Sistem imun menurun Porteinuria masif

Resiko tinggi infeksi Hipoproteinemia Hipoalbumin Hipovolemia Tekanan onkotik plasma  Aliran darah ke ginjal  Hiperlipidemia Sekresi ADH  Volume plasma  Sintesa protein hepas 

Malnutrisi
Pelepasan renin Vasokonstriksi Reabsorbsi air dan natrium Edema Retensi natrium renal 

Gangguan nutrisi

-

Gangguan volume cairan lebih dari kebutuhan

Efusi pleura Sesak

Penatalaksanaan Hospitalisasi Tirah baring

Diet Ketidapatuhan

Kecemasan anak dan orang tua

Kurang pengetahuan : kondisi, prognosa dan program perawatan

Intoleransi aktivitas

Resti gangguan pemeliharaan kesehatan



4. Gejala klinis. Edema, sembab pada kelopak mata Rentan terhadap infeksi sekunder Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan Kadang-kadang sesak karena ascites Produksi urine berkurang BJ urine meninggi Hipoalbuminemia Kadar urine normal Anemia defisiensi besi LED meninggi Kalsium dalam darah sering merendah Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia. Istirahat sampai edema sedikit Protein tinggi 3 – 4 gram/kg BB/hari Diuretikum Kortikosteroid Antibiotika Punksi ascites Digitalis bila ada gagal jantung.

5. Pemeriksaan Laboratorium

6. Penatalaksanaan

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome 1. Pengkajian a. Identitas. Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi nefrotic syndrome. b. Riwayat Kesehatan. 1) Keluhan utama. Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun 2) Riwayat penyakit dahulu. Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.


2 3) Riwayat penyakit sekarang. Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun. c. Riwayat kesehatan keluarga. Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran. d. Riwayat kehamilan dan persalinan Tidak ada hubungan. e. Riwayat kesehatan lingkungan. Endemik malaria sering terjadi kasus NS. f. Imunisasi. Tidak ada hubungan. g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8 Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah. Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu. Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana. Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman. h. Riwayat nutrisi. Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).


3 i. Pengkajian persistem. a) Sistem pernapasan. Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen b) Sistem kardiovaskuler. Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai. c) Sistem persarafan. Dalam batas normal. d) Sistem perkemihan. Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri. e) Sistem pencernaan. Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii. f) Sistem muskuloskeletal. Dalam batas normal. g) Sistem integumen. Edema periorbital, ascites. h) Sistem endokrin Dalam batas normal i) Sistem reproduksi Dalam batas normal. j. Persepsi orang tua Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.



2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan. a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus. Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal. Intervensi 1. Catat intake dan output secara akurat Rasional Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan 2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran Tekanan darah dan BJ urine dapat abdomen, BJ urine yang sama 4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet Mencegah edema bertambah berat rendah garam. 5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja mencegah bertamabah hemdinamik ginjal. b) Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan. Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada. Intervensi Rasional 1. Catat intake dan output makanan secara Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh akurat 2. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, Gangguan nuirisi dapat terjadi secara diare. perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal 3. Pastikan anak mendapat makanan dengan Mencegah status nutrisi menjadi lebih diet yang cukup buruk hepar dan rusaknya menjadi indikator regimen terapi 3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala Estimasi penurunan edema tubuh


2 c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun. Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan. Intervensi Rasional 1. Lindungi anak dari orang-orang yang Meminimalkan masuknya organisme terkena infeksi melalui pembatasan Mencegah terjadinya infeksi nosokomial Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis. d) Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi). Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takur. Intervensi 1. Validasi perasaan takut atau cemas Rasional Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya. 2. Pertahankan kontak dengan klien 3. Upayakan ada keluarga yang menunggu Memantapkan hubungan, meningkatan ekspresi perasaan Dukungan yang terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi. 4. Anjurkan orang tua untuk membawakan Meminimalkan mainan atau foto keluarga. dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga. pengunjung. 2. Tempatkan anak di ruangan non infeksi 3. Cuci tangan sebelum dan tindakan. 4. Lakukan tindakan invasif secara aseptik sesudah Mencegah terjadinya infeksi nosokomial


BAB 3 TINJAUAN KASUS
Pengkajian diambil pada tanggal 16 April 2002 di Ruangan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan diagnosa medik Nefrotic Syndrome. Anak masuk rumah sakit tanggal 16 April 2002 dengan nomor register 10153559. 1. Identitas. Nama : An. Lia Umur : 5 tahun (23 Juli 1997). Jenis kelamin : perempuan Agama : Islam Nama ayah : Tn. Yakiyah (34 tahun). Pendidikan : SMP tidak lulus Pekerjaan : petani Nama ibu : Ny. Tumini (33 tahun). Pendidikan : SD tidak lulus Pekerjaan : petani Alamat : Desa Karangpilang, Kec. Modo, Lamongan Agama : Islam Suku : Jawa 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama. Mengeluh muka dan badan bengkak, perut tambah besar, kencing jarang dan sedikit. b. Riwayat penyakit dahulu. Agustus 2001, klien mengalami bengkak pada muka, kaki dan perut tambah besar. Oleh keluarga diperiksakan ke dokter di Lamongan dan dapat pil hijau 3 X ½ selama satu minggu. Setelah bengkak turun, pasien tidak kontrol lagi. c. Riwayat penyakit sekarang. Tanggal 16 April 2002 pagi, pasien tidak mau makan karena sakit perut, tegang, muka tangan dan kaki mulai bengkak. Sesak, klien dibawa ke dokter dan kemudian dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya. d. Riwayat kehamilan dan persalinan. Antenatal : saat hamil ibu pernah sakit jantung/paru-paru. Dan minum obat dari dokter di rumah sakit, Kontrol kehamilan di bidan satu bulan sekali secara teratur. Natal : klien lahir dibantu dukun (bidan tidak ada). Berat 3 kg, usia kehamilan 9 bulan, lahir spontan, langsung menangis.


2 Neonatal : warna kulit merah, pucat, kejang dan lumpuh tidak ada, menangis kuat. e. Imunisasi BCG 1 kali, DPT 3 kali, polio 3 kali, campak 1 kali dan TT satu kali. f. Riwayat tumbuh kembang Berat badan 16 kg, panjang badan 102 cm, perkembangan fisik dan mental meliputi dapat menghitung jari 1 – 10, menyebut warna merah, hijau, kuning dan biru, menurut ibu klien kalau sehat anak bermain dengan teman seusianya. g. Status nutrisi Status gii 16/18 X 100 % = 88,9 %. Sejak sakit tahun 2001, klien tidak makan ikan laut dan telur. Dari dokter dianjurkan juga tidak makan asinan dan makanan snack yang mengandung banyak penyedap rasa. Tetapi anak tidak mau karena kesukaan seperti mie remes, chiki dan snack lainnya. Klien akan mengamuk jika tidak diberikan. Dua hari sebelum MRS minum air putih bisa sampai 1 liter/hari, tidak mau minum susu dan makan, mual dan sakit perut. 3. Pengkajian per sistem. a. Sistem pernapasan. RR 40 X/menit (takipnea), ronki positif dan whezeeng negatif, terpasang oksigen nasal 2 L/menit. b. Sistem kardiovaskuler. Nadi 148 x/menit, reguler, Tekanan darah 90/60 mmHg, berbaring, tangan kanan, suara jantung S1S2 tunggal di midklafikula 5 sinestra. c. Sistem persarafan Kesadaran komposmentis, rewel, gelisah, reaksi pupil baik. d. Sistem Perkemihan Menurut ibunya sejak pagi klien jarang kencing walaupun minumnya tetap, kalau kencing klien ngompol, blass kosong. e. Sistem pencernaan. Abdomen tegang, kembung, bising usus normal suara lemah. Klien tidak mau makan karena sakit, nyeri abdomen, saat diraba dan diperkusi klien menangis dan menjerit. Vena abdomen menonjol, ascites, BAB positif, mencret sedikit-sedikit, berlendir, minum air putih + 300 cc. f. Sistem muskuloskeletal. Kekuatan otot 5 – 5 pada ekstremitas atas dan 3 – 3 ekstremitas bawah.


3 g. Sistem integumen. Edem ekstremitas atas dan bawah, akral hangat, suhu/aksila 39 2 0C, muka sembab, nampak pucat. h. Sistem reproduksi Dalam batas normal. i. Sistem endokrin Tidak ada riwayat alergi. 4. Respon keluarga. Kelaurga atau ibu cemas akan keadaan anaknya karena biaya sudah banyak yang dikeluarkan tetapi klien tidak sembuh. Terlebih saat ini biaya menipis dan keluarga sudah mengurus JPS. Keluarga berharap klien cepat sembuh agar cepat pulang. 5. Pemeriksaan penunjang. Tanggal 16-4-2002 Laboratorium : WBC 8,2 K/uL ; Hb 13,1 g/dl ; Hct 38 % ; albumin 0,87 gr % (3,65 gr %), BUN 16 mg % (5-10 mg %) dan creatinin serum 0,51 mg % (0,751,25 mg %), kalium 3,0 meq/L, natrium 128 meq/L, kalsium 6,29 meq/L, kolesterol 373 mg/dl. Urine lengkap : pH 5,0 ; leukosit negatif ; nitrogen negatif, protein 75 mg/dl (positif) ; eritrosit 25/uL (positif) Radiologi : foto thoraks : cor besar dan bentuk normal, pulmo tidak tampak infiltrat, kedua sinus phrenicol costalis tajam, dengan kesimpulan tidak tampak tanda lung edema. 6. Pengobatan/therapi. Lasiks 3 X 18 mg Diit TKTPRL Transfusi plasma 200 cc, prelasiks 1 ampul

Analisa data Data
Subyektif : menurut ibu klien ;pernah

Etiologi
Kelainan-kelainan glomerulus

Masalah
Kelebihan volume cairan tubuh


4
mengalami sakit yang Albuminuria sama bulan Agustus 2001 sejak 16 April 2002 pagi muka, tangan dan kaki mulai bengkak. Obyekif : edema ekstremitas atas dan sembab, ascites,venaabdomen menonjol, albumin 0,87 g/dl, protein urine 75 mg/dl (positif) dan roncii pada paru kiri dan kanan. Retensi natrium renal meningkat Volume plasma meningkat bawah, muka Tekanan onkotik koloid plasma menurun Hipoalbuminemia

Edema Kelebihan volume cairan Hipoalbuminemia ibu 2 haris dan Sisntesa pritein hepar meningkat

Subyektif : menurut makan, Obyektif : status gizi 88,9% (gizi kurang), edema, ascites, albumin 0,87 g/dl, klien hanya mau makan SMRS klien tidak mau mual mengeluh perut sakit

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Hiperlipidemia

Malnutrisi

satusendok makan. Subyektif : ibu mengatakan klien Kelainan glomerulus pernah menderita sakit yang sama pada bulan agustus 2001 Obyektif : Penyakti autoimun Resiko tinggi infeksi


5 nadi 148 X/menit, suhu 392 0C, WBC 8,2 X 109/L, akral hangat, dilakukan venflow, status gizi Infeksi meningkat Hipoalbuminemia Edema otot atas, 5-5 3-3 Tekanan, robekan, friksi, maserasi Resiko tinggi kerusakan integritas kulit kurang dan edema Subyektif : ibu mengatakan bengkak sejak pagi Obyektif : kekuatan ekstremitas Imunitas menurun

ekstremitas bawah dan klien tirah baring Subyektif : mengatakan perut Hipoalbuminemia bertambah besar, tidak mau makan karean perut sakit, tegang. Obyektif : kembung, normal ascites,vvena menonjol, Syubyektif : ibu mengatakan pasien rewel, Obyektif : menangis saat didekati perawat, jika dibaringkan klien berontak. Rewel, berontak tidak mau Tindakan invasif Pisah dengan orang tua dibaringkan tegang, lemah, abdomen ascites Hospitalisasi Kecemasan anak Akumulasi cairan dalam rongga abdomen meteorismus, bising usus Kerusakan integritas kulit Albuminuria Nyero (akut)

Perencanaan dan Rasional 1. Kelebihan volumecairan berhubungan dengan hipoalbuminemia.


6 Tujuan kelebihan volume cairan dapat teratsi setelah 3 hari perawatan dengan kriteria edema, ascites, ronki tidak ada, sembab hilang, peningkatan albumin dan tanda vital dalam batas normal Intervensi
1. Timbang berat badan haridengan alat yang sama

Rasional
setiap Mengawasi status cairan yang baik. Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg/hari diduga ada retensi cairan Perlu waktu menentukan fungsi ginjal. Kebutuhan

2. Catat pemasukan dan pengeluaran penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan carian 3. Monitor nadi dan tekanan darah 4. Observasi adanya perubahan edema cairan. Takikardi dan hipertermi dapat terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkana urine. Edem dapat bertambah terutama pada jaringan yang tergantung. Edema periorbita menunjukkan adanya perpindahan cairan. Dapat menunjukkan adanya perpindahan cairan, 5. Observasi tingkat kesadaran, bunyi akumulasi toksin, ketidak seimbangan elektrolit. paru dan jantung 6. Kolaboratif : diuretik Melebarkan lumen tubular, mengurangi hiperkalemia dan meningkatkan volume urine adekuat.

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen Tujuan nyeri (akut) teratasi setelah 3 hari perawatan dengan kriteria secara verbal dan non verbal nyeri berkurang atau hilang, skala 0 – 3, nadi dan tekanana darah dalam batas normal, ascites menurun atau hilang.
Intervensi 1. Observasi lingkar abdomen setiap hari 2. Observasi 3. Kaji bising usus 4. Observasi nadi dan tensi 5. Kolaboratif : diuretik nyeri Rasional Penambahan lingkar abdomen dapaat memberikan gambaran penambahan akumulasi cairan. (perubahan/ Perubahan dalam intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan adanya komplikasi Penurunan bising usus dapat memperberat keluhan nyeri dan indikasi adanya ileus Nyeri yang hebat dapat meningkatkan nadi dan tensi Meningkatkan pengeluaran urine yang adekuat. penambahan), kualitas, lama

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubugan dengan malnutrisi sekunder dari katabolisme protein


7 Nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan klien setelah mendapat perawatan 3 hari dengan kriteria edema berkurang atau hilang, albumin dalam batass normal, status gizi baik dna mual tidak ada, porsi makan dihabiskan.
Intervensi 1. Berikan diet rendah garam dan batasi pemberiana protein 1-2 gr/kg BB/hari 2. Kaji adanya anoreksia, muntah, diare 3. Catat intake dan output makanan secara adekuat. 4. Observasi lingkar perut, bising usus Memantau fungi peristaltik usus. Rasional Mencegah retensi natrium berlebihan dan rusaknya hepar dan hemodinamik ginjal Sebagai reaksi adanya edema intstinal. Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas yang menurun Tujuan setelah mendapat perawatan selama 1 minggu tidak terjadi infeksi dengan kriteria tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda vital dalam batas normal, tidak terjadi phlebitis.
Intervensi Rasional 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah Mengurangi resiko terjadi infeksi nosokomial perawatan 2. Lakukan tindakan invasif dengan teknik Mengurangi resiko terjadi infeksi nosokomial aseptik 3. Batasi pengunjung dan tempatkan klien Meminimalkan kemungkinan terjadi infeksi antar pada ruang non infeksi tidap 3 jam 5. Observasi tempat pemasangan venflon. pasien dan dari luar infeksi Venflon merupaka port de entri kuman patogen 4. Observasi tanda vital : nadi dan suhu Nadi dan suhu yang meningkat indikator adanya



5. Kecemasan anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi Tujuan setelah mendapat perawatan 3 hari kecemasan anak berkurang atau hilang dengan kriteria secara verbal mengatakana tidak takur, tidak menangis saat didekati, kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan mau diajak komunikasi.
Intervensi Rasional 1. Perkenalkan diri kepada klen dan Membina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga klien 3. Anjurkan agar orang terdekat klien menjaganya. yang akan dilakukan pada respon hospitalisasi Agar anak kooperatif pada setiap tindakan 4. Jelaskan kepada anak setiap tindakan keperawatan Merupakan pedoman dalam menentukan perlu 5. Observasi adanya perubahan perilaku tidaknya perbaikan intervensi. keluarga. Memberikan rasa nyaman kepada klien 2. Libatkan keluarga dalam perawatan Menciptakan hubungan kerjasama

6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema. Tujuan setelah dilakukan perawatan selama 1 minggu kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria edema berkurang atau hilang, kulit merah, tidak terjadi lecet dan dekubitus.
1. Pertahankan 2. Observasi lama 3. anjurkan kepada ibu untuk setiap kali Urine bersifat asama dapat mengiritasi kulit jika ngompol kain pengalas diganti 4. Observasi edema kontak dalam jangka waktu yang lama Deteksi kemungkinan bertambah paarahnya integritas kulit. Intervensi sprei dalam lokasi yang keadaan Kelembaban yang Rasional berlebihan menimbulkan

kering, bersih dan rapih. penekanan dalam jangka waktu yang

rusaknya integritas kulit mengalami Deteksi dini adanya kerusakan integritas kulit



Implementasi dan Evaluasi Tanggal 17 April 2002 1. Diagnosa keperawatan 1.
Jam 07.15 Implementasi Mengukur berat badan : 16 kg Mengobservasi edem : tungkai kanan dan kiri edema, ascites dan edema pada kelopak mata Produksi urine 24 jam 150 cc, kuning pekat 07.30 8.10 Memberikan injeksi lasiks 18 mg/iv Ngompol 25 cc Tanda vital : N 100X/mnt, T 110/60 mmHg, RR 36 X/mnt Ibu mengatakan kalau bengkaknya belum berkurang Minum 50 cc 08.30 11.15 11.45 14.00 Ngompol 50 cc Tanda vital : N 115 X/mnt, T 115/75 mmHg, RR 35 X/mnt Minum 25 cc Bunyi napas ronki Minum 50 cc Balans cairan + 25 cc Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan bengkak belum menurun O : edema periorbital, tungkai kanan dan kiri serta ascites, tanda vital N 115 X/mnt, T 115/75 mmHg, RR 35 X/mnt, ada balans cairan, ronki pada kedua paru. A : masalah belum teratasi P : intervensi no 1 – 6 masih diteruskan.

2. Diagnosa keperawatan 2.
Jam 11.50 Implementasi Mengobservasi bising usus : meningkat, asvites, linkgarp erut 57 cm Klien menangis terus kesakitan pada perut, P : saatmakan, dipegang, Q : nyeri sekali saat dipegang, R : seluruh daerah pereut, S : skala 8-9, T : terus menerus Tanda vital : N 100X/mnt, T 100/60 mmHg, RR 36 X/mnt 13.10 13.30 Kolaboratif : sementara puasa, pasang NGT untuk dekompresi, pasang lingkar abdomen Foto thoraks : kesimpulan ileus paralitik Hasil lab : kalium 3,7 (3,8 – 5,5). Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu menanyakan mengapa perut bertambah sakit O : bising usus 40 x/mnt, distensi, meteorismus, vena abdomen menonjol, tanda vital N 120 X/mnt, T 110/70 mmHg, RR 40 X/mnt, klien masih menangis terus A : masalah belum teratasi P : intervensi no 1 – 4 masih diteruskan, mrmasang NGT, lingkar perut dan pasien dipuasakan.

3. Diagnosa keperawatan 3.


2
Jam 08.30 11.00 Implementasi Klien muntah, mengatakan tidak mau makan, perut terasa sakit, ascites dan meteorismus. Hasil lab : kalium 3,7 (3,8-5,5) ; natirum 128 (136144), kalsium 6,66 (8,1-10,4) Memasang infus D5 ½ saline 1150 cc/24 jam 12.10 13.10 BAB mencret 3 kali, sedikit-sedikit arnaa kehijauan Klien dipuasakan, pasang NGT : keluar cairan warna hijau kecoklatan 25 cc, bising usus meningkat, lingkar perut 57 cm. Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan sakit perut dan tidak mau makan O : bising usus meningkat, puasa, infus D5 ½ S 1150 cc/24 jam, NGT ada keluar cairan hijau kecoklatan 25 cc. A : masalah belum teratasi P : intervensi no 2 –4 masih diteruskan.

4. Diagnosa keperawatan 4.
Jam 08.00 Implementasi Memperkenalkan diri kepada pasien ,emnanyakan kondisinya hari ini, klien masih menangis, ibu mengatakan semalam menangis terus, rewel dan tidak mau tidur. 08.30 Saat disuntik klien berontak, mengatakan tidak mau, menanyakan kepada ibu siapa lagi yang terdekat dengan klien (menurut ibu bude-nya). 12.00 Melibatkan ibu untuk memasang termometer : pasien tenang Menjelaskan kepada ibu agar selalu ada yang menunggu klien agar ia tidak bertambah takut Evaluasi Pukuil 14.00 S : pasein mengatakan tidak mau pada saat akandisuntik O : sering menangis, rewel dan berontak A : masalah kecemasan anank belum teratasi P : intervensi no 2, 4 dan 5 diteruskan.

Tanggal 18 April 2002 1. Diagnosa keperawatan 1.
Jam 08.25 Implementasi BAK 24 jam 250 cc Memberikan injeksi lasiks 18 mg/iv Tanda vital : N 120X/mnt, T 100/60 mmHg, RR 32 X/mnt. Mengobservasi : ronki pada kedua paru, oksigen nasal 2 L/menit, edem palpebra, kedua tungkai, ada ascitees, bising usus 37 x/menit, meteorismus, lingkar perut 55 cm dan vena abdomen menonjol. 11.15 11.45 Foto BOF ulang Mengukur tanda vital : N 110 X/mnt, T 115/75 mmHg, RR 35 X/mnt Pukuil 14.00 S : --O : BB 15,5 kg, edema palpebra, tungkai kanan dan kiri serta ascites, lingkar perut 55 cm, hasil BOF kesimpulan meteorismus A : masalah kelebiahn volume cairan belum teratasi P : intervensi no 1 – 6 masih diteruskan. Evaluasi


3
13.30 Jumlah urine 100 cc, input 250 cc, balans : : kelebihan 150 cc

2. Diagnosa keperawatan 2.
Jam 08.00 Implementasi Ibu mengatakan anak sudah tidak terlalu sakit pada pe perutnya, saat dipegang perutnya anak lebih tenang dari hari kemarin, skala 7-8 Lingkar perut 55 cm, masih ascites, meteorismus, bising usus 37 x/menit, cairan keluar dari NGT warna kehijauan (25 cc/24 jam), flastus ada. Evaluasi Pukuil 14.00 S : anak kadang masih mengeluh sakit jika perut agak ditekan O : skala 7 – 8, bising usus 37 x/mnt, meteorismus, tanda vital N 110 X/mnt, T 115/75 mmHg A : masalah belum teratasi P : intervensi diteruskan,

3. Diagnosa keperawatan 3.
Jam 10.15 Implementasi Infus D5 ½ saline 1500 cc/24 jam, dicoba minum sedikit-sedikit, NGT ditutup, tidak mual. Menjelaskan kepada ibu bahwa anak boleh dicoba minum sedikit-sedikit, bila muntah dihentikan Ibu mengatakan tadi pagi klienmencret dua kali warna hijau kecoklatan, ada flastus. 12.30 Mengobservasi bising usus 37 x/menit, lingkar perut 55 cm. Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan sudah memberi minum 5 sendok O : bising usus dan flastus ada, mencret dua kali, masih minum sedikit – sedikit, infus D5 ½ S 1500 cc/24 jam,. A : masalah nutrisi kurang belum teratasi P : intervensi diteruskan.

4. Diagnosa keperawatan 4.
Jam 09.4 5 Anak rewel, Implementasi minta jalan-jalan, Evaluasi menjelaskan Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan anak minta jalan-jalan dan kalau tidak dituruti akan mengamuk O : saat akan diperiksa anak menangis dan tidak mau, mulai bermain dengan bonekanya, saat didekati perawat anak tidak berontak A : masalah kecemasan anak mulai teratasi sebagian P : intervensi no 2, 4 dan 5 diteruskan. Tingkatkan kunjungan dan komunikasi pada klien

kepada ibu agar anak digendong sebentar, mungkin anak rewel karena bosan harus berbaring terus Saat didekati perawaat anak tidak lagi berontak. Keluarga berkunjung, ada yang membawakan

11.00 11.30

boneka : anak mulai bermaian dengan bonekanya. Saat akan dilakukan pengukuran suhu dan tekanan darah klien mengatakan tidak mau dan menangis

Tanggal 19 April 2002 1. Diagnosa keperawatan 1.
Jam Implementasi Evaluasi


4
08.30 BAK 24 jam 500 cc Tanda vital : N 110X/mnt, T 100/60 mmHg, RR 24 X/mnt. Mengobservasi : ronki tidak ada, edema pada palpebra, kedua tungkai, kedua lengan dan ada ascitees, lingkar perut 53 cm dan BB 15,5 kg. 09.00 10.15 12.15 Memberikan injeksi lasix 18 mg/iv Melaksanakan advis dokter infus aminofusin 200 cc/hari, D5 ½ saline 1200 cc/24jam. Mengukur tanda vital : N 105 X/mnt, T 110/70 mmHg, RR 25 X/mnt, ibu mengatakan anak mulai membaik dan ingn cepat pulang, menjelaskan kepada ibu bahwa perawatan klien dengan kasus seperti ini memerlukan kesabaran, sehingga perawatan dapat diberikan secara tuntas. 13.30 Balans cairan kelebihan 75 cc Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan anak mulai tampak membaik O : edema palpebra, lengan dan ascites, lingkar perut 53 cm, BB 15,5 kg, tidak ada ronki, tanda vital N 105 x/mnt, T 100/70 mmHG, RR 25 X/menit A : masalah kelebihan volume cairan teratasi sebagian P : intervensi diteruskan.

2. Diagnosa keperawatan 2.
Jam 09.00 Implementasi Ibu mengungkapkan keluhan sakit perut anaknya sudah berkurang Mengobservasi : Lingkar perut 53 cm, masih ascites, bising usus 35 x/menit, meteorismus, saat dipalpasi anak tidak menunjukan wajah kesakitan, skala 1 – 3. Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu mengungkapkan keluhan sakit perut pada anaknya sudah berkurang O : bising usus 35 x/mnt, meteorismus, dan masih ascites A : masalah teratasi P : intervensi dihentikan,

3. Diagnosa keperawatan 3.
Jam 08.45 09.10 Implementasi Iibu mengatakan pagi ini anak BAB mencret 1 kali dan tidak muntah, tidak mual. Mengobservasi bising usus 35 x/menit, lingkar perut 53 cm, masih ascites, infus aminofusin 200 cc/hari dan D5 ½ saline 1200 cc/hari 12.30 Tidak ada muntah Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan pagi ini BAB 1 x mencret, itdak muntah O : bising usus dan flastus ada, BB 15,5 kg, lingkar perut 53 cm, infus jalan lancar. A : masalah nutrisi kurang belum teratasi P : intervensi diteruskan.

4. Diagnosa keperawatan 4.
Jam 09.0 Anak tampak Implementasi tenang, jiak ditanaya Evaluasi dapat Pukuil 14.00


5
0 mengatakan yan dan tidak, saat akan diberikan injeksi dan dikatakan kalau suntikan lewat slang, klien tidak mengatakan takut dan tidak berontak. Klien bermain dengan boneka. S : --O : anak menjawab saat ditanaya, mulai kooperatif dengan tindakan keperawatan, tampak bermain dengan bonekanya A : masalah kecemasan anak teratasi P : intervensi dihentikan

Tanggal 20 April 2002 (Sabtu) Catatan dari status S : tidak ada nyeri peut, muntah dan BAB juga tidak ada, BAK dan flastus positif. O : kompos mentis, edem periorbital kiri dan kanan, edem tungkai menurun, lengan, tidak ada ronki dan whezeeng, BB 16 kg, masih ascites, bising usus postif dan normal, distensi menurun, masih meteorismus, tidak ada nyeri tekan. Terapi : infus D 5 % 50 cc/hari, Cefotaxim 3 X 1 gram iv, lasix 3 X 18 mg iv, diet TKTPRG 1200 cc + 32 gram protein, diet sonde tiap 2 jam 20 cc, susu tiap 1 jam 10 cc. Tanggal 21 April 2002 (Minggu) Catatan dari status S : BAB positif, tidak ada nyeri peut, muntah, tidak rewel dan flastus positif. O : edem periorbital kiri dan kanan, edem tungkai menurun, lengan, tidak ada ronki dan whezeeng, BB 15 kg, masih ascites, bising usus postif dan normal, N 109 x/mwnit, T 105/70 mmHg, RR 27 X/menit, abdomen supel. Terapi : infus habis lepas, Cefotaxim 3 X 1 gram iv, lasix 3 X 16 mg iv, kalk 3 X 1 (po), prednison 3-2-2 (po), diet sonde 1250 kkal + 30 gram protein tiap 2 jam 20 cc, susu tiap 1 jam 20 cc. Tanggal 22 April 2002 1. Diagnosa keperawatan 1.
Jam 08.45 Implementasi BAK 24 jam 550 cc, BB 15 kg. Mengobservasi : ronki tidak ada, edema pada palpebra, lingkar perut 50 cm dan supel. Menjelaskan kepada ibu minum per oral susu # X 200 cc, air putih maksimal 1 L/hari. 09.15 Memberikan injeksi Lasix 16 mg iv Evaluasi Pukuil 14.00 S : --O : edema periorbita, asicites menurun, supel, lingkar perut 50 cm, balans cairan (-) 50 cc, hasil lab : urine ginjal mikroskopis albumin (=) 4, urin e profil :


6
Mengukur tanda vital : N 100 X/mnt, T 115/70 mmHg, RR 22 X/mnt 11.50 12.30 Mengukur tanda vital : N 110 X/mnt, T 110/75 mmHg, RR 22 X/mnt Bak 250 CC Balans cairan Cm = 250 CC Ck = 300 cc selisih 50 cc protein 150 mg/dl (++), pH 8,0 dan Sg 1,010 A : masalah kelebihan volume cairan teratasi sebagian P : intervensi 1 – 6 diteruskan.

2. Diagnosa keperawatan 3.
Jam 08.40 Implementasi Perut supel, flastus positif, bising usus 27 x/menit, BAB 1 kali agak lembek, Klien makan bubur kasar/nasi lunak habis 1 porsi Terapi : diet nasi lunak 1300 kkal, 32 gram protein, bubur kasar 3 x/hari, susu 3 X 200 cc 12.30 Evaluasi Pukuil 14.00 S : ibu mengatakan kien tidak muntah, mencret dan setiap kali makan selalu habis O : bising usus 20 x/mnt, flastus positif, ascites menurun, perut supel, hasil lab. Total protein 5,4 g% (6,20-8) ; albumin 3,2 gr% (3,6-5) dan globulin 2,2 gr% (2,6-3)

Klien makan nasi, lauk dan sayur habis 1 porsi, ibu mengatakan sejak kecil tidak begitu suka dengan susu sehingga saat ini sulit

minum susu. Ibu juga mengatakan klien A : masalah nutrisi teratasi sebagian makan sudah habis 1 porsi, tidak ada muntah P : intervensi 1 – 4 diteruskan dan menceret.


DAFTAR PUSTAKA
Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders, Philadelphia. Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica, Jakarta Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. -------, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF IKA, Surabaya.



BAB 2 TINJAUAN TEORI
1.3 Konsep Nefrotik Syndrome (NS) 1. Pengertian. 2. Etiologi b. Nefrotic syndrome bawaan. c. Nefrotic syndrome sekunder d. Nefrotic syndrome idiopatik e. Sklerosis glomerulus.


2 3. Patofisiologi.
Etiologi : autoimun pembagian secara umum Glomerulus

Permiabilitas glomerulus  Sistem imun menurun Porteinuria masif

Resiko tinggi infeksi Hipoproteinemia Hipoalbumin

Hipovolemia

Sintesa protein Tekanan onkotik plasma  hepas 

Aliran darah ke ginjal  Pelepasan renin Vasokonstriksi

Sekresi ADH 

Volume plasma  Retensi natrium renal  Edema

Hiperlipidemia

Malnutrisi Gangguan nutrisi Efusi pleura Sesak

Reabsorbsi air dan natrium

-

Gangguan volume cairan lebih dari kebutuhan

Penatalaksanaan Hospitalisasi Diet Tirah baring

Kecemasan anak dan orang tua

Kurang pengetahuan : kondisi, prognosa dan program

Ketidapatuhan

Intoleransi aktivitas

Resti gangguan pemeliharaan kesehatan


3 1.4 Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome 1. Pengkajian 2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan. a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus. b. Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan. c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun. d. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).

Minggu, 28 Juni 2009

askep gagal ginjal

Pengertian gagal ginjal Kronik

Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).

Etiologi

Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal
Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan
Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
Obstruksi saluran kemih
Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal

Patofisiologi

2 pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada Gagal ginjal Kronis:
1. Sudut pandang tradisional
Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi –fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organic pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle.
2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh
Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawab normal.
Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah.
Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang.

Perjalanan klinis

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 atadium
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % - 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %)
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal,
kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

Manifestasi klinis
Gangguan pernafasan
Udema
Hipertensi
Anoreksia, nausea, vomitus
Ulserasi lambung
Stomatitis
Proteinuria
Hematuria
Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
Anemia
Perdarahan
Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
Distrofi renal
Hiperkalemia
Asidosis metabolic

Test diagnostik

1. Urine :
Volume
Warna
Sedimen
Berat jenis
Kreatinin
Protein
2. Darah :
Bun / kreatinin
Hitung darah lengkap
Sel darah merah
Natrium serum
Kalium
Magnesium fosfat
Protein
Osmolaritas serum
3. Pielografi intravena
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
Pielografi retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
Arteriogram ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
4. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
5. Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
8. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.

Penatalaksanaan

1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka.
2. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.

CONTOH KESIMPULAN PENGKAJIAN
Nama klien Hj. H
Umur 85 tahun.
Masuk RS Tgl 30 April 2005 dengan keluhan Tidak bisa buang air kecil dan sakit pinggang sebelah kanan.. Keluhan ini berlangsung 3 hari 2 hari lalu kliendirumah. Awalnya klien tidak bisa buang air besar menggunakan dulcolax suppositoria selama 2 hari berturut-turut dan klien bisa BAB.
Sehari kemudian klien susah kencing, walau mengejan air kencing tidak bisa keluar, lalu keluarga membawanya ke Rumah Sakit. Sesampai di Rumah Sakit dipasang Kateter dan air kencing lancer keluar keluar berwarna agak merah kemudian yang keluar berwarna agak coklat seperti air teh.
Saat pengkajian klien telah dirawat selama 3 hari data focus yang diperoleh:
Keadaan umum klien agak lemah, tungkai bawah lemas,tidak bertenaga, kulit keriput tidak elastis. odema pretibial. Tonus otot kurang. selalu berbaring ditempat tidur, ativitas sehari, hari dibantu oleh anaknya, terpasang kateter urine warna coklat seperti air teh, kain pengalas basah dan berbau.
TD 160/ 90 mmHg. Nadi 82 x/ menit, suhu Badan 36,2O C, sclera tampak pucat, secret mata ( + ). Mulut/ napas berbau amonia, bicara lirih kadang kurang jelas,
Hasil pemeriksaan Laboratorium
Tgl; 2/5 2005
Ureum : 202,32
Kreatinin : 3, 93
SGOT : 19
SGPT : 30
WBC l: 5,5 x 103 /
RBC : 3,90
HGB : 10,7
HCT : 32,5%
GDS : 161
Pemeriksaan Penunjang
Hasil USG:
Ginjal : Tampak kedua ginjal mengecil dengan echodifferensiasi tidak jelas ( ginjal kanan 5,9 x 3,1 cm; ginjal kiri 5,8 x 2,5 cm ).
Kesan : PNC bilateral.
TERAPI MEDIS
Obat – obatan :
IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/ menit
Allopurinol 300mg 1-0-0
Zonidip 10mg 0-0-1
Fibrat 300mg 0-0-1
Inj. Neurosanbe 1 amp/ hari/ drips
Berdasarkan pengkajian , diagnosa keperawatan yang didapat :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.
2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas, gangguan status metabolic.

Rencana tindakan :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.
1. Kaji status cairan :
Timbang berat badan harian
Keseimbangan masukan dan haluaran
Turgor kulit dan adanya oedema
Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Batasi masukan cairan
3. Identifikasi sumber potensial cairan
Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intra vena.
Makanan
4. Jelaskan rasional pembatasan cairan
5. Bantu klien dalam mengatasi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
6. Tingkatkan dan dorong hygiene oral.
2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tentukan kemampuan klien untuk berpartyisipasi dalam aktifitas perawatan diri. ( skala 0 – 4 ).
Berikan bantuan dengan aktifitas yang diperlukan
Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan ADL klien ditempat tidur.
Bantu keluarga dalam perawatan diri klien ditempat tidur.
Anjurkan keluarga untuk menganti alas bokong jika basah.
Bantu dan motivasi keluarga untuk menjaga kebersihan tubuh klien,
3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.
1. Inspeksi rongga mulut perhatikan kelembapan, karakter saliva, adanya inflamasi, ulserasi.
2. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang ditentukan.
3. Berikan perawatan mulut sering.
4. Anjurkan hygiene mulut setelah makan dan menjelang tidur.
5. Anjurkan klien untuk menghindari pencuci mulut lemon/ bahan yang mengandung alcohol.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas, gangguan status metabolic.
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, kelembapan kulit, vaskuler.
2. Ubah posisi dengan sering, gerakan klien dengan perlahan, beri bantalan kain yang lembut pada tonjolan tulang.
3. Pertahankan linen kering bebas dari keriput.
4. Pertahankan kuku tetap pendek.

askep emfisema

A. PENGERTIAN
Emfisema merupakan suatu keadaan pengembangan paru dengan udara berlebihan (erasi berlebihan) yang mengakibatkan pelebaran atau pecahnya alveolus.

Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelum distal bronkus terminal disertai dengan kerusakan dinding alveolus.

Jenis-jenis emfisema :
1. Alveolus Sentrio Lobular (CLE)
Pelebaran dan kerusakan terjadi pada bagian bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan daerah sekitar asinus
2. Emfisema Panlobular
Ganbaran khasnya adalah tersebar merata di semua paru-paru
3. Irregular
Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan pada asinus

Emfisema dapat bersifat :
1. Emfisema Kompensatorik
Jenis ini dapat bersifat akut atau kronik, tejadi di bagian paru yang masih berfunsi karena ada bagian paru lain yang tidak atau kurang berfungsi. Misalnya karena pneumonia, pneumothoraks atau atelaktasis
2. Emfisema Obstruktif
Terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus yang tidak menyeluruh.

B. ETIOLOGI
Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu :
1. Rokok
Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus
2. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
3. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
4. Genetik
5. Paparan Debu

C. PATOFISIOLOGI
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian tau seluruhparu.

Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.

Pada emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan sesak, penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.






E. MANIFESTASI KLINIK
1. Batuk
2. Sputum putih, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
3. Sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan
4. Nafas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
5. dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, membungkuk
6. Bibir tampak kebiruan
7. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
8. Batuk menahun


F. KOMPLIKASI
1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2. Daya tahan tubuh kurang sempurna
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah
4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Atelaktasis
7. Pneumothoraks
8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien

G. PENATALAKSANAAN

1. Pencegahan
 Tidak merokok
 Menghindari debu maupun asap polutan lain
2. Terapi Medis
 Derivat xantin
Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada pasien emfisema
 β2 golongan agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi, obat yang tergolong β2 agonis adalah terbutalin, metaproterenol dan albuterol.
 Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase.
 Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan nafas pada emfisema masih diperdebatkan, obat yang termasuk di dalamnya adalah dexametason, prednison dan prednisolon.
 Ekspektoran dan mukolitik
Usaha untuk mengurangi dan mengeluarkan mukus merupakan yang utama dan penting pada pengelolaan emfisema. Ekspektoran dan mukolitik yang biasa dipakai adalah bronhoksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi.
 Antibiotik
Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan penisilin, eritromisin, kotrimoksazol, biasanya diberikan 7-10 hari.
3. Terapi Oksigen
Pemberian oksigen konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi obat dan toleransi beban kerja.
4. Latihan Fisik
Latihan fisik yang biasa dilakukan
 Memutar badan ke kiri dan ke kanan dilanjutkan membungkuk ke depan dan belakang
 Latihan dilakukan 5-30 menit selama 15-30 menit selama 4-7 hari/minggu
 Dapat juga dilakukan olahraga ringan naik turun tangga
5. Rehabilitasi
Misalnya bila istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tetapi teratur
6. Fisioterapi
 Postural Drainase
Salah satu tehnik membersihkan jalan nafas akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi
 Breathing Exercise
Dimulai dengan menarik nafas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian menghembuskan nafas melalui bibir dengan mulu mencucu. Posisi yang dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan kedua lutut atau kaki ditinggikan, duduk di kursi atau tempat tidur, bisa juga dilakukan dengan berdiri. Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernafasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernafasan, mendapatkan relaksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.
 Latihan Batuk
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakhea dan bronkioli dari sekret atau benda asing
 Latihan Relaksasi

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
 Foto Thoraks
Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan ke distal.
2. Pemeriksaan Fungsi Paru
3. Pemeriksaan Gas Darah
4. Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan Laboratorium Darah (Kadar Leukosit)

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah pasien sebelumnya pernah sakit seperti yang dialami saat ini, klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, penyakit yang sering diderita pasien dan pernahkah pasien menjalani operasi.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang memiliki penyakit terutama penyakit menular dan keturunan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama atau keadaan yang ditemukan saat melakukan pengkajian. Seperti apakah klien merasakan sesak nafas, batuk dan lain-lain
- Riwayat Kesehatan lingkungan
Bagaimana kebersihan dan bahaya di tempat tinggalnya
 Pemeriksaan Fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi paru.
2. Diagnosa Keperawatan
 Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan dyspnea, adanya penimbunan sekret/sputum
 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen




























Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan dyspnea dan adanya penumpukan sekret/sputum Adanya perbaikan dalam pertukaran gassetelah dilakukan tindakan keperawatan

Rabu, 24 Juni 2009

askep kanker hati

A. PENGERTIAN
Tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya. Sinonim dari hepatoma adalah carcinoma hepatoselluler.

B. ETIOLOGI
1. Virus Hepatitis B dan Virus Hepatitis C
2. Sirosis hati
3. Bahan-bahan Hepatokarsinogenik :
 Aflatoksin
 Alkohol
 Steroid anabolik
 Vinil chloride
 Penimbunan zat besi yang berlebihan dalam hati (Hemochromatosis)

C. PATOFISIOLOGI
Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama / menahun. Khususnya yang disebabkan oleh alkoholik dan postnekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang disertai pembesaran hati mendadak. Tumor hati yang paling sering adalah metastase tumor ganas dari tempat lain. Matastase ke hati dapat terdeteksi pada lebih dari 50 % kematian akibat kanker. Hal ini benar, khususnya untuk keganasan pada saluran pencernaan, tetapi banyak tumor lain juga memperlihatkan kecenderungan untuk bermestatase ke hati, misalnya kanker payudara, paru-paru, uterus, dan pankreas. Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai penyebaran tumor yang luas.

D. MANIFESTASI KLINIK
- penurunan berat badan
- anoreksia
- anemia
- nyeri abdomen
- hepatomegali
- jaundice
- ascites

E. DIAGNOSIS
1. Laboratorium
Allfaphetoprotein > 500 nanogram/ml
2. Radiologi :
Ultrasonografi (USG), CT-Scan, Rontgen

F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan tergantung dari saat diagnosa ditegakkan.
1. Pembedahan
2. Pemberian kemoterapi secara infus
3. Penyinaran















ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Keluhan berupa nyeri abdomen, kelemahan dan penurunan berat badan, anoreksia, rasa penuh setelah makan terkadang disertai muntah dan mual. Bila ada metastasis ke tulang penderita mengeluh nyeri tulang.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan
1. Gangguan metabolisme
2. Perdarahan
3. Asites
4. Edema
5. Hepatomegali
6. Jaundice/icterus
7. Aktivitas terganggu

B. DIAGNOSA
1. ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, gangguan absorbsi, metabolisme vitamin di hati.
INTERVENSI :
1. Pantau masukan makanan setiap hari, beri pasein buku harian tentang makanan sesuai indikasi
2. Dorong pasien utk makan deit tinggi kalori kaya protein dg masukan cairan adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan makanan sering / lebih sedikit yg dibagi bagi selama sehari.

RASIONAL :
1. Keefektifan penilaian diet individual dalam penghilangan mual pascaterapi. Pasien harus mencoba untuk menemukan solusi/kombinasi terbaik.
2. Kebutuhan jaringan metabolek ditingkatkan, begitu juga cairan ( untuk menghilangkan produksi sisa ). Suplemen dapat memainkan peranan penting dlm mempertahankan masukan kalori dan protein adekuat.

2. Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites )
INTERVENSI :
1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi , frekwensi, durasi dan intensitas ( 0-10 ) dan tindakan penghilang rasa nyeri misalkan berikan posisi yang duduk tengkurap dengan dialas bantal pada daerah antara perut dan dada.
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar misalnya reposisi, gosok punggung.
3. kaji tingkat nyeri / kontrol nilai
4. ajarkan pasien untuk melakukan managemen nyeri

RASIONAL :
1. memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan / keefektifan intervensi
2. meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian
3. kontrol nyeri
4. pasien mampu melakukan managemen nyeri secara mandiri ketika nyeri terasa.

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan
INTERVENSI :
1. dorong pasein untuk melakukan apa saja bila mungkin, misalnya mandi, bangun dari kursi/ tempat tidur, berjalan. Tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan.
2. pantau respon fisiologi terhadap aktivitas misalnya; perubahan pada TD/ frekuensi jantung / pernapasan.
3. beri oksigen sesuai indikasi

RASIONAL :
1. meningkatkan kekuatan / stamina dan memampukan pasein menjadi lebih aktif tanpa kelelahan yang berarti.
2. teloransi sangat tergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi, keseimbnagan cairan dan reaksi terhadap aturan terapeutik.
3. adanya hifoksia menurunkan kesediaan O2 untuk ambilan seluler dan memperberat keletihan.

4. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan asites
TUJUAN :
1. Mengedentifikasi fiksi intervensi yang tepat untuk kondisi kusus.
2. Berpartisipasi dalam tehnik untuk mencegah komplikasi / meningkatkan penyembuhan

INTERVENSI :
1. Kaji kulit terhadap efek samping terapi kanker. Perhatikan kerusakan atau perlambatan penyembuhan .
2. Mandikan dengan air hangat dan sabun
3. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit yang kering dari pada menggaruk.
4. Balikkan / ubah posisi dengan sering
5. Anjurkan pasein untuk menghindari krim kulit apapun ,salep dan bedak kecuali ada indikasi

RASIONAL :
1. Efek kemerahan atau reaksi radiasi dapat terjadi dalam area radiasi dapat terjadi dalam area radiasi. Deskuamasi kering dan deskuamasi kering,ulserasi.
2. Mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit.
3. Membantu mencegah friksi atau trauma fisik.
4. Untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit/ jaringan yang tidak perlu.
5. Dapat meningkatkan iritasi atau reaksi secara nyata.

C. EVALUASI
1. BB ideal, pertambahan berat badan ke arah yang ideal
2. Pasien melaporkan nyeri berkurang, pasien mampu melakukan managemen nyeri mandiri
3. Dapat melakukan aktifitas secara optimal
4. Tidak timbul gejala kerusakan integritas kulit

askep kanker paru

A. PENGERTIAN
Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru; tetapi kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru. Kanker paru-paru merupakan kanker yang paling sering terjadi, baik pada pria maupun wanita.

B. JENIS-JENISKANKER PARU-PARU
Lebih dari 90% kanker paru-paru berawal dari bronki (saluran udara besar yang masuk ke paru-paru), kanker ini disebut karsinoma bronkogenik, yang terdiri dari:
• Karsinoma sel skuamosa
• Karsinoma sel kecil atau karsinoma sel gandum
• Karsinoma sel besar
• Adenokarsinoma.
Karsinoma sel alveolar berasal dari kantong udara (alveoli) di paru-paru. Kanker ini bisa merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru.
Tumor paru-paru yang lebih jarang terjadi adalah:
• Adenoma (bisa ganas atau jinak)
• Hamartoma kondromatous (jinak)
• Sarkoma (ganas)
Limfoma merupakan kanker dari sistem getah bening, yang bisa berasal dari paru-paru atau merupakan penyebaran dari organ lain.
Banyak kanker yang berasal dari tempat lain menyebar ke paru-paru. Biasanya kanker ini berasal dari payudara, usus besar, prostat, ginjal, tiroid, lambung, leher rahim, rektum, buah zakar, tulang dan kulit.

C. ETIOLOGI
Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan sekitar 70% pada wanita.
Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paru.
Hanya sebagian kecil kanker paru-paru (sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang disebabkan oleh zat yang ditemui atau terhirup di tempat bekerja.
Bekerja dengan asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja yang juga merokok.
Peranan polusi uadara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas.
Beberapa kasus terjadi karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga.
Peranan polusi uadara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas.
Beberapa kasus terjadi karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga.

D. PATOFISIOLOGI
Biasanya gejala utama adalah batuk yang menetap. Penderita kanker paru-paru seringkali menyadari bahwa batuknya semakin memburuk. Dahak bisa mengandung darah. Jika kanker tumbuh ke dalam pembuluh darah dibawahnya, bisa menyebabkan perdarahan hebat.
Kanker bisa menyebabkan bunyi mengi karena terjadi penyempitan saluran udara di dalam atau di sekitar tempat tumbuhnya kanker. Penyumbatan bronkus bisa menyebabkan kolaps pada bagian paru-paru yang merupakan percabangan dari bronkus tersebut, keadaan ini disebut atelektasis Akibat lainnya adalah pneumonia dengan gejala berupa batuk, demam, nyrei dada dan sesak nafas.
Jika tumor tumbuh ke dalam dinding dada, bisa menyebabkan nyeri dada yang menetap.
Kanker paru seringkali menyebabkan penimbunan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura), sehingga penderita mengalami sesak nafas. Jika kanker menyebar di dalam paru-paru, bisa terjadi sesak nafas yang hebat, kadar oksigen darah yang rendah dan gagal jantung. Kanker bisa tumbuh ke dalam saraf tertentu di leher, menyebabkan terjadinya sindroma Horner, yang terdiri dari:
- penutupan kelopak mata
- pupil yang kecil
- mata cekung
- berkurangnya keringat di salah satu sisi wajah.
Kanker di puncak paru-paru bisa tumbuh ke dalam saraf yang menuju ke lengan sehingga lengan terasa nyeri, mati rasa dan lemah. Kerusakan juga bisa terjadi pada saraf pita suara sehingga suara penderita menjadi serak.
Kanker bisa tumbuh secara langsung ke dalam kerongkongan, atau tumbuh di dekat kerongkongan dan menekannya, sehingga terjadi gangguan menelan. Kadang terbentuk saluran abnormal (fistula) diantara kerongkongan dan bronki, menyebabkan batuk hebat selama proses menelan berlangsung, karena makanan dan cairan masuk ke dalam paru-paru.
Kanker paru-paru bisa tumbuh ke dalam jantung dan menyebabkan:
- irama jantung yang abnormal
- pembesaran jantung
- penimbunan cairan di kantong perikardial.
Kanker juga bisa tumbuh di sekitar vena kava superior. Penyumbatan vena ini menyebabkan darah mengalir kembali ke atas, yaitu ke dalam vena lainnya dari bagian tubuh sebelah atas:
- vena di dinding dada akan membesar
- wajah, leher dan dinding dada sebelah atas (termasuk payudara) akan membengkak dan tampak berwarna keunguan.
Keadaan ini juga menyebabkan sesak nafas, sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing dan perasaan mengantuk. Gejala tersebut biasanya akan memburuk jika penderita membungkuk ke depan atau berbaring.
Kanker paru-paru juga bisa menyebar melalui aliran darah menuju ke hati, otak, kelenjar adrenal dan tulang. Hal ini bisa terjadi pada stadium awal, terutama pada karsinoma sel kecil.

E. MANIFESTSI KLINIK
 batuk menetap karena sekresi cairan yang berlebihan
 mengi karena penyempitan cabang bronkus Karen tumor
 dyspnea disebabkan oleh penyempitann jalan nafas dan sekresi cairan berlebihan
 hemoptisis disebabkan erosi kapiler di jalan nafaas
 peningkatan volume sputumdengan bau tak sedap disebabkan oleh akumulasi sel yang nekrosis di belakang bagian yang obstruksi oleh tumor
 infeksi saluran pernafasan yang berulang, retensi sel dibelakang bagian yang obsrtuksi merupakan predisposisi pasien terhadap infeksi
 nyeri dada tumpul, yang dapat menyebar ke bahu dan punggung, seperti pembesaran tumor, ini menekan saraf dijaringan pleura
 effusi pleural, terjadi bila tumor mengganggu dinding paru
 parau disebabkan oleh tekanan tumor terhadap saraf laring berulang
 disfgia akibat tekanan tumor pada esophagus
 edema daerah muka, leher, lengan dapat terjadi bila tumor menyumbat aliran darah divena cava superior, kondisi yang disebut sebagai sindrom vena cava superior

F. DIAGNOSA
Jika seseorang (terutama perokok) mengalami batuk yang menetap atau semakin memburuk atau gejala paru-paru lainnya, maka terdapat kemungkinan terjadinya kanker paru-paru.
Kadang petunjuk awalnya berupa ditemukannya bayangan pada rontgen dada dari seseorang yang tidak menunjukkan gejala. Rontgen dada bisa menemukan sebagian besar tumor paru-paru, meskipun tidak semua bayangan yang terlihat merupakan kanker.
Biasanya dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari contoh jaringan, yang kadang berasal dari dahak penderita (sitologi dahak). Untuk mendapatkan jaringan yang diperlukan, dilakukan bronkoskopi.
CT scan bisa menunjukkan bayangan kecil yang tidak tampak pada foto rontgen dada dan bisa menunjukkan adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Untuk mengetahui adanya penyebaran ke hati, kelenjar adrenal atau otak, dilakukan CT scan perut dan otak.
Penyebaran ke tulang bisa dilihat melalui skening tulang. Kadang dilakukan biopsi sumsum tulang, karena karsinoma sel kecil cenderung menyebar ke sumsum tulang


G. PENTALAKSANAAN
1. pembedahan
membuang bagian paru tempat tumor dan kelenjar getah bening yang terkena kanker.
2. radiasi dengan sinar X
dilakukan untuk menghancurkan kanker, jika terkene sel normal juga akan mati maka harus menghindari sel normal.
3. kemoterapi
untuk membasmi sel-sel kanker sampai kekar-akarnya,sampai ke lokasi yang tidak terjangkau pisau bedah.



















ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat atau adanya factor resiko
- perokok berat
- terpajan teerhadap lingkungan karsinogen
- penykit paru kronis sbelumnya yang mengakibatkan jaringan parut dan fibrosis pada jaringan paru
2. pemeriksaan fisik
- batuk menetap karena sekresi cairan yang berlebihan
- mengi karena penyempitan cabang bronkus Karen tumor
- dyspnea disebabkan oleh penyempitann jalan nafas dan sekresi cairan berlebihan
- hemoptisis disebabkan erosi kapiler di jalan nafaas
- peningkatan volume sputumdengan bau tak sedap disebabkan oleh akumulasi sel yang nekrosis di belakang bagian yang obstruksi oleh tumor
- infeksi saluran pernafasan yang berulang, retensi sel dibelakang bagian yang obsrtuksi merupakan predisposisi pasien terhadap infeksi
- nyeri dada tumpul, yang dapat menyebar ke bahu dan punggung, seperti pembesaran tumor, ini menekan saraf dijaringan pleura
- effusi pleural, terjadi bila tumor mengganggu dinding paru
- parau disebabkan oleh tekanan tumor terhadap saraf laring berulang
- disfgia akibat tekanan tumor pada esophagus
- edema daerah muka, leher, lengan dapat terjadi bila tumor menyumbat aliran darah divena cava superior, kondisi yang disebut sebagai sindrom vena cava superior

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. ansietes b.d. kurang pengetahuan tentang penyakit, ketakutan terhadap penyakit
2. Nyeri b.d. karsinoma paru
3. Kerusakan pertukaran gas b.d. kanker paru
4. Intoleransi aktivitas b.d.kerusakan pertukaran gas
5. Gangguan pola tidur b.d. nyeri

C. INTERVENSI
1. ansietes b.d. kurang pengetahuan tentang penyakit, ketakutan terhadap penyakit
- berikan informasi tentang penyakit yang di derita
- pertahankan control nyeri yang efektif
- ikut sertakan orang – orang yang berarti bagi pasien pada setiap tindakan
2. Nyeri b.d. karsinoma paru
- Berikan analgesic jika diperlukan
- Ubah posisi setiap 2 jam
- Ajarkan pasien untuk manejemen nyeri
3. Kerusakan pertukaran gas b.d. kanker paru
- pantau status pernafasan setiap 8 jam
- Berikan oksigen bila diiperlukan
4. Intoleransi aktivitas b.d.kerusakan pertukaran gas
- beikan bantuan dalam pelaksanaan kehidupann sehari-hari sesuai kebutuhan
- berikan lingkungan yang tenang, nyaman
5. Gangguan pola tidur b.d. nyeri
- pastikan ventilasi baik
- pertahankan ruangan bebas dari bahan-bahan iritan, spereti asap
- pertahankan suhu ruangan yang nyaman
- berikan analgesic sebelum tidur
- bantu pasien untuk mendapatkan posisi tidur yang nyaman

D. KRITERIA EVLUASI
1. Melaporkan perasaan cemas berkurang, ekspresi wajah rileks, menyatakan pemahaman tentang penyakit
2. menyatakan nyeri telah hilang, ekspresi wajah rileks, pengembangan paru penuh
3. warna kulit normal, frekuensi nafas 16-24x/menit, tidak menggunakan otot Bantu aksesori dalam bernafas
4. tidak ada keluhan lelah saat mlakukan aktifitas, tidak ada dipsneu dan takipneu dalam meelakukan aktifitas
5. melaporkan perasaan dapat istirahat, tidak insomnia

ASkep ckr

A. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah kerusakan jaringan otak yang diakibatkan oleh adanya trauma (benturan benda atau serpihan tulang) yang menembus atau merobek suatu jaringan otak, oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan akhirnya oleh efek percepatan perlambatan pada otak yang terbatas pada kompartemen yang kaku (Price & Wilson, 1995).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Secara umum cedera kepala dapat diklasifikasikan menurut nilai skala glasgow, sebagai berikut :
 Ringan
 GCS 13-15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit
 Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur serebral, hematoma
 Sedang
 GCS 9 – 12
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
 Dapat mengalami fraktur tengkorak.
 Berat
 GCS 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
 Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
B. ETIOLOGI
 Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
 Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
 Cedera akibat kekerasan
C. PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

D. MANIFESTASI KLINIK
♦ Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
♦ Kebungungan
♦ Iritabel
♦ Pucat
♦ Mual dan muntah
♦ Pusing kepala
♦ Terdapat hematoma
♦ Kecemasan
♦ Sukar untuk dibangunkan
♦ Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

E. KOMPLIKASI
♠ Hemorrhagie
♠ Infeksi
♠ Edema
♠ Herniasi

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
♠ Rotgen Foto
♠ CT Scan
♠ Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)

G. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
 Pemeriksaan fisik
 Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
 Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
 Sistem saraf :
 Kesadaran à GCS.
 Fungsi saraf kranial à trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
 Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
 Sistem pencernaan
 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar à tanyakan pola makan?
 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
 Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
 Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
 Psikososial à data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.
2. Diagnosa Keperawatan
 Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
 Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
 Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan perdarahan, mual dan muntah.
 Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
 Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
3. Intevensi Keperawatan
Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
• Kaji, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
• Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir.
• Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
• Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.
• Pemberian oksigen sesuai program.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
• Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
• Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).
• tekanan pada vena leher.
• pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).
• Bila akan memiringkan, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).
• Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
• Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.
• Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan edema serebral.
• Monitor intake dan out put.
• Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
• Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
• Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
• Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
• Perawatan kateter bila terpasang.
• Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.
Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan perdarahan, mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji intake dan out put.
• Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.
• Berikan cairan intra vena sesuai program.
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Klien terbebas dari injuri.
Intervensi :
• Kaji status neurologist : perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
• Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
• Monitor tanda-tanda vital setiap jam atau sesuai dengan protokol.
• Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
• Berikan analgetik sesuai program.
Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan.
Tujuan : Klien akan merasa nyaman yang ditandai dengan tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
• Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri.
• Kurangi rangsangan.
• Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
• Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
• Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.